Reporter: Venny Suryanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah mempertimbangkan untuk mengembalikan peran pengawasan perbankan ke Bank Indonesia (BI).
Hal ini dikarenakan adanya ketidakpuasan terkait kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama pandemi. Adapun dalam situasi tidak pasti ini, memunculkan kekhawatiran dan ketegangan di sektor keuangan.
Baca Juga: Isu rush money berhembus, begini strategi perbankan untuk yakinkan nasabah
Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, menilai, sebaiknya presiden tidak gegabah untuk membubarkan OJK karena akan memberikan dampak yang besar terhadap kepercayaan investor dan nasabah di industri jasa keuangan.
“Apabila peran OJK dikembalikan ke pengawasan BI maka ada sinyal bahwa perbankan tengah mengalami krisis yang sudah terlalu berat,” Tandas Bhima saat dihubungi Kontan, Jumat (3/7).
Baca Juga: Wacana BI awasi lagi perbankan kembali menghangat, ini kata ekonom
Adapun, permasalahan lain yang juga akan muncul adalah terkait adaptasi dari budaya organisasi yang berbeda. Menurutnya, tidak semudah itu Sumber Daya Manusia di OJK dan BI disatukan.
Sebab ada perbedaan cara kerja dan budaya internal akan membuat masa adaptasi berjalan lambat.
Sementara BI yang juga memiliki beban dan tugas baru semakin tidak fokus antara stabilitas moneter dan pengawasan bank.
“Di satu sisi ada pengendalian rupiah dan inflasi, di sisi lain harus menyelesaikan permasalahan bank dan jasa keuangan lainnya. Tidak ada jaminan pasca dimasukkan kembali ke BI fungsi pengawasan perbankan akan berjalan lebih baik,” Tambahnya.
Baca Juga: Ratusan fintech ilegal kembali terjaring razia, SWI: Masyarakat harus waspada
Sehingga, menurut Bhima, dalam kekhawatiran di tengah pandemi ini, OJK perlu untuk di evaluasi tapi tidak dengan cara pembubaran di masa pandemi.
“Jika ada masalah terkait kelembagaan maka solusi terbaiknya dengan melakukan perombakan internal OJK, harus ada penyegaran,” Tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News