Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perang dagang (trade war) antara Amerika Serikat (AS) dan China akan dimulai Jumat (6/7) besok dengan menerapkan kebijakan tarif impor barang-barang dari China hingga senilai US$ 34 miliar akan menjadi sentimen utama pergerakan nilai tukar rupiah. Sebab hal ini akan menjadi ketidakpastian baru, selain normalisasi kebijakan moneter AS (The Fed).
"Makanya, kami melihat BI pun masih ada ruang menaikkan lagi suku bunga acuan," kata Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada Kontan.co.id, Kamis (5/7). Terhitung hampir dua bulan, BI telah menaikkan bunga sebesar 100 basis points (bps) menjadi 5,25%.
Ia menilai, pergerakan nilai tukar rupiah yang saat ini masih di atas Rp 14.000 per dollar AS sulit menguat ke bawah Rp 13.900 per dollar AS karena tekanan trade war tersebut. Jika nilai tukar rupiah bergerak melemah mendekati Rp 14.500 per dollar AS setelah trade war besok, maka BI perlu memprioritaskan stabilitas kurs rupiah.
"Kalau memang rupiah masih terus melemah mendekati Rp 14.500 per dollar AS, ada potensi BI naikkan kembali 25 bps di bulan ini," tambahnya.
Sebaliknya, jika setelah trade war besok pergerakan nilai tukar rupiah dalam batas yang normal, Josua melihat peluang BI menaikkan bunga acuannya di Agustus mendatang sambil melihat respon pasar terhadap rilis data defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) dan pertumbuhan ekonomi kuartal kedua 2018.
Perkiraannya, CAD kuartal kedua akan melebar ke atas 2,5% dari produk domestik bruto (PDB). "Timingnya (kenaikan bunga acuan BI) yang pas di Agustus," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News