CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.170   -44,98   -0,62%
  • KOMPAS100 1.096   -6,56   -0,60%
  • LQ45 873   -3,12   -0,36%
  • ISSI 217   -1,51   -0,69%
  • IDX30 447   -1,07   -0,24%
  • IDXHIDIV20 540   0,64   0,12%
  • IDX80 126   -0,68   -0,54%
  • IDXV30 136   0,26   0,20%
  • IDXQ30 149   -0,14   -0,09%

Jelang MEA, BPOM mengawasi produk


Selasa, 13 Januari 2015 / 06:53 WIB
Jelang MEA, BPOM mengawasi produk
ILUSTRASI. PT Pertamina Patra Niaga resmi meluncurkan produk Pertamax Green 95. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/rwa.


Reporter: Nur Imam Mohammad | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Mulai berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai akhir tahun ini memungkinkan berbagai macam produk diperdagangkan dengan lebih bebas, termasuk produk makanan pun obat-obatan. Karenanya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mempersiapkan strategi untuk menghadapi MEA.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Roy Sparingga mengatakan, untuk mengantisipasi banyaknya produk makanan dan obat-obatan yang beredar, BPOM bekerjasama dengan negara-negara di Asia Tenggara dalam bentuk kelompok kerja (working group).

"Dalam forum ini, setiap negara membicarakan produk yang telah melewati pengawasan masing-masing (negara)," jelasnya, Senin (12/1). Menurutnya, ada empat kelompok kerja dengan fokus kerja berbeda-beda. Pertama, berfokus pada obat-obatan. Kedua, makanan olahan. Ketiga kosmetik, dan keempat obat tradisional dan jamu.

Tak hanya itu, untuk mengawasi peredaran obat dan makanan di dalam negeri, Roy bilang BPOM bekerjasama dengan berbagai lembaga negara. Bila ada produk yang membahayakan atau tidak terjamin keamanannya, BPOM bisa mengembalikan produk itu ke negara asalnya.

Ini merujuk pada perjanjian World Trade Organization (WTO) yang bertujuan memberi perlindungan publik. Jika berbahaya, obat itu bisa ditolak dengan menyertakan bukti hasil pengujian. Roy mengakui, selama ini standar pengawasan atau kajian risiko terhadap suatu produk di setiap kementerian masih berbeda-beda. Ini yang sering menyulitkan dalam pengawasan produk.

Karenanya, ia berharap ke depan, kajian risiko terhadap suatu produk obat dan makanan harus dibuat secara nasional. "Kami akan fokus menyamakan persepsi. Agar kesepahaman setiap kementerian terhadap suatu produk sama, sehingga penindakannya juga bisa sama," ujarnya.

Deputi bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM Sumartono menambahkan, sebenarnya produk makanan dan obat-obatan yang masuk ke Indonesia tidak sepenuhnya bebas.

Menurutnya, hanya produk yang berisiko rendah yang bisa masuk secara bebas dengan catatan wajib mendaftarkan produknya ke BPOM. "Produk berisiko rendah ini seperti permen dan keripik," kata Sumartono. Selain mengawasi produk yang beredar di dalam negeri, fokus BPOM saat ini adalah mengupayakan agar produk makanan dalam negeri yang diproduksi oleh usaha kecil (UMKM) bisa bersaing dengan produk luar negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×