Reporter: Djumyati Partawidjaja, Eldo Christoffel Rafael, Tri Sulistiowati | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mempersiapkan perjalanan liputan Jelajah Ekonomi KONTAN Tol Trans Jawa nonstop selama tujuh hari membutuhkan perencanaan yang matang. Medan liputan memang relatif tidak menjadi halangan berarti, namun luasnya aspek dan cakupan liputan serta banyaknya narasumber yang perlu kami sambangi menuntut kedisiplinan pemenuhan jadwal.
Meski demikian, sebagaimana pengalaman yang sudah-sudah,Tim Jelajah Ekonomi KONTAN (JEK) sadar sepenuhnya bahwa kondisi di lapangan hampir selalu meleset dari perencanaan sehingga butuh improvisasi lapangan yang memadai.
Berbekal agenda liputan yang ketat, Senin subuh (18/2), pukul 04.00 WIB, Tim JEK yang terdiri dari jurnalis, fotografer, videografer, account executive, dan pengemudi berangkat dari Gedung KONTAN Jalan Kebayoran Lama 1119 Jakarta Selatan.
Dua unit mobil tim, salah satunya Mitsubishi Pajero Sport, meluncur dari Gedung Kontan, mulai menggelinding untuk mengungkap potensi ekonomi dari keberadaan jalan tol Trans Jawa yang di tahun politik ini menjadi salah satu bahan polemik paling panas.
Pesan dari Pemimpin Redaksi KONTAN Ardian Taufik Gesuri, ,sehari sebelumnya, pada acara pelepasan Tim Jelajah Ekonomi KONTAN untuk memotret, mendokumentasikan, mengungkap dampak, serta menangkap harapan masyarakat atas keberadaan tol Trans Jawa, seolah menjadi penyemangat bagi seluruh kru Tim JEK.
Kami sengaja memulai perjalanan liputan pada dini hari untuk menghindari padatnya jalur Jakarta ke Cikampek yang biasanya mendera di pagi hari. Dan, syukurlah, cuma butuh waktu sekitar satu jam perjalanan, tim sudah mencapai rest area di kilometer 57 tol Jakarta Cikampek.
Usai manambah logistik dan bahan bakar kendaraan di rest area paling timur ruas tol Jakarta-Cikampek itu, Tim JEK melanjutkan perjalanan langsung menuju Bandar Udara International Kertajati di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Bandara Kertajati menjadi salah satu bandara yang berlokasi paling dekat dengan jalan tol Trans Jawa. Lokasinya yang berada jauh di timur Ibukota Jakarta, utara Bandung, dan barat Cirebon seharusnya menjadikan bandara ini sangat strategis. Namun, banyak berita yang mengabarkan bahwa bandara modern ini masih sepi dari aktivitas penerbangan maskapai komersial. Tim JEK ingin melihat langsung sekaligus mencoba mengungkap apa yang sebenarnya terjadi.
Tim telah menjalin janji wawancara dengan Muhamad Singgih Direktur Keuangan dan Umum PT Bandarudara Internasional Jawa Barat, nama resmi bandara KertaJati, pada pukul 10.00 WIB.
Namun, perjalanan yang lancar melalui ruas jalan tol Cikopo-Palimanan (Cipali) mengantar kami tiba di area parkir bandara satu setengah jam lebih awal. Kemacetan kecil akibat celakaan beruntun serta kondisi jalan bergelombang di sebagian ruas Cipali tidak menjadi penghalang yang berarti bagi kami.
Memang, tak seperti pada umumnya bandara di kota-kota besar, area parkir bandara Kertajati yang luas sepi dari tumpukan kendaraan. Suasana di luar maupun dalam bandara terkesan lengang.
Dari wawancara dengan Muhamad Singgih, terungkap bahwa baru beberapa maskapai yang singgah di Kertajati. Jadwal penerbangan di bandara ini juga terhitung masih sedikit dibanding kapasitas yang tersedia. Kendati begitu, pihak bandara memiliki rencana pengembangan kawasan bandarudara Kertajati di masa depan yang cukup matang, termasuk pengembangan kawasan industrinya.
Apa saja rencana pengembangan bandara Kertajati dalan janka waktu dekat maupun panjang? Nantikan Liputan Khusus Jelajah Ekonomi KONTAN Jalan Tol Trans Jawa yang akan tayang disitus ini beberapa pekan mendatang.
Usai wawancara yang cukup panjang dan istirahat sebentar, Tim JEK meluncur menuju Lembah Panyaweuyan, Majalengka. Kami sengaja memilih lokasi ini sebagai salah satu objek liputan karena Panyaweuyan merupakan daerah pertanian bawang dengan sistem terasiring yang indah. Selain menjadi salah satu sentra ekonomi Kabupaten Majalengka, lembah ini bisa menjadi objek wisata yang berpotensi dikunjungi wisatawan dari luar daerah.
Ternyata untuk mencapai lembah ini kami harus melalui jalan-jalan kecil yang mendebarkan. Ada beberapa jalur untuk mencapai lembah ini, sayangnya tidak ada cukup petunjuk arah yang bisa diikuti.
Kami sempat beberapa kali berpikir salah jalan karena jalan yang kami lalui menjadi sangat sempit. Tapi penduduk di daerah ini sepertinya tidak merasa terganggu walau rasanya mobil kami “nyasar” di depan rumah mereka. Setiap kali kami cemas karena mengira salah jalan, mereka meyakinkan kami ada di jalur yang benar.
Bagi Anda yang berminat melakukan perjalanan ke sini, sebaiknya membawa mobil dengan kondisi prima karena ada beberapa tanjakan cukup ekstrem yang harus dilewati. Meski medan cukup terjal dan menuntut kehati-hatian ekstra, mata Anda akan puas menyantap pemandangan panorama alam yang sangat indah.
Sesampai do Lembah Panyaweuyan, fotografer Tim JEK langsung sibuk mengabadikan pemandangan indah terasiring bawang yang menghampar. Sayangnya, saat ini bukan saat bawang-bawang siap dipanen. Banyak petakan lahan yang sudah selesai panen dan mulai ditanami kembali.
Menjelang magrib, Tim JEK meninggalkan lembah untuk mengejar panorama matahari terbenam di pintu tol Palimanan-Kanci. Sayangnya, awan gelap dan hujan deras, menyambut kami di pengujung akhir ruas tol Cipali itu.
Kami memutuskan untuk meneruskan perjalanan ke Kota Pekalongan di Jawa Tengah dan berencana bermalam di kota batik tersebut.
Berhubung perjalanan masih panjang, tim beristirahat dulu di rest area 207A Cirebon. Bercangkir-cangkir teh poci hangat menyemangati kami untuk menempuh lagi jarak kurang lebih 150 kilometer ke depan.
Sebagian besar ruas jalan tol dari Kanci hingga Pekalongan tidak diterangi lampu jalan. Lampu jalan hanya di ruas jalan dekat jalur keluar atau masuk. Sebagian ruas jalan juga dalam perbaikan. Dalam kegelapan malam Tim JEK menyusuri jalan tol Trans Jawa dari Cirebon ke Pekalongan.
Meski begitu, tak sampai satu setengah jam kami bisa keluar di pintu tol Pekalongan, di ruas jalan tol Pekalongan-Batang. Berhubung jam sudah menunjukkan waktu lewat 21.00 WIB, kami langsung meluncur ke Hotel Santika, tempat kami hendak bermalam di hari pertama perjalanan liputan ini.
Untuk mengisi perut, kami memilih dinner di sebuah warung makan di seberang hotel: Warung Makan Pojok. Kami menyantap nasi khas Pekalongan, yaitu nasi megono. Meski lazim menjadi menu sarapan orang-orang Pekalongan, nasi berlauk semacam urap nangka muda itu ternyata lezat juga kami santap malam-malam.
Setelah kembali ke hotel, baru kami sadari bahwa Eldo, reporter anggota Tim JEK, secara tak sengaja meninggalkan tas berisi laptop di rest area 207A Cirebon. Buru-buru kami mengontak Jasa Marga untuk membantu menemukan tas tersebut. Antara ragu dan putus asa, Eldo harap-harap cemas bisa menemukan kembali tasnya.
Syukurlah sejam kemudian ada kabar tas bisa ditemukan. Tapi mengingat sudah larut malam dan kami harus mengurus akomodasi di hari ke dua kami di Pekalongan, kami memutuskan untuk menitipkan tas di petugas rest area agar bisa kami ambil waktu perjalanan pulang, tujuh hari lagi.
(Bersambung Hari ke-2)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News