Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jasa titipan atau Jastip kerap disalahgunakan oleh para pelaku dengan membawa barang melebihi ketentuan yang berlaku. Pemerintah mengaku Jastip dapat mengganggu arus barang impor dan merugikan pengusaha dalam negeri.
Penyimpangan Jastip biasanya dilakukan dengan metode splitting baik lewat e-commerce maupun media sosial.
Direktorat Jendral Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat hingga 25 September 2019, Bea Cukai Soekarno-Hatta telah melakukan penindakan terhadap 422 kasus pelanggaran terhadap para pelaku jasa titipan.
Baca Juga: Penggunaan medsos dibatasi, penjualan toko online turun
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi, mengungkapkan bahwa penindakan terkini yang dilakukan Bea Cukai Soekarno-Hatta dilakukan pada Rabu (25/9) terhadap satu rombongan sejumlah 14 orang menggunakan modus memecah barang pesanan jasa titipan kepada orang-orang dalam rombongan tersebut.
"Masing-masing orang setidaknya membawa tiga hingga empat jenis barang yang terdiri dari tas, sepatu, iPhone 11, kosmetik, pakaian, dan perhiasan," ungkap Heru Pambudi dalam Konferensi Pers Bea Cukai Tertibkan Jastip di kantor DJBC, Jakarta, Jumat (27/9).
Setidaknya telah dilakukan sebanyak 422 penindakan dengan total hak negara yang berhasil diselamatkan sekitar Rp 4 miliar. Dari 422 kasus tersebut, penerbangan yang paling sering digunakan pelaku jasa titipan antara lain berasal dari Bangkok, Singapura, Hongkong, Guangzhou, Abu Dhabi, dan Australia.
Kata Heru, sebanyak sekitar 75% kasus jasa titipan didominasi oleh barang-barang berupa pakaian, kosmetik, tas, sepatu, dan barang-barang yang bernilai tinggi lainnya.
Baca Juga: Hobi belanja sekaligus ngumpulin duit, berbisnis jasa titip saja
Modus Splitting
Heru menambahkan bahwa dalam mengendus modus splitting barang jasa titipan diawali dari informasi masyarakat dan kemudian petugas melakukan analisis diikuti dengan penindakan terhadap penumpang yang telah dicurigai.
Modus splitting masih menjadi metode yang kerap digunakan para penyedia jasa titipan. Hal ini untuk mengakali batas nilai pembebasan sebesar US$ 500 per penumpang yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.