kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jakarta Rawan Gempa, Manajemen Bencana Perlu dibenahi


Kamis, 24 Juni 2010 / 10:57 WIB
Jakarta Rawan Gempa, Manajemen Bencana Perlu dibenahi


Reporter: Nurul Kolbi, |

JAKARTA. Jakarta pernah terguncang gempa dahsyat, antara lain pada tahun 1699, 1780, 1883, dan 1903. Intensitas gempa yang kian meningkat di zona patahan aktif di sepanjang pantai barat Sumatera, belakangan ini, memunculkan kekhawatiran bahwa potensi rambatan gempa dapat sewaktu-waktu menuju ke Ibukota. Meskipun kekhawatiran tersebut tidak perlu dibesar-besarkan, pemerintah harus membenahi sistem manajemen bencana yang dapat mengantisipasi situasi krisis apabila gempa itu “singgah” di Jakarta.

Dalam membenahi sistem manajemen bencana, hari ini (24/6) Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana (SKP BSB) mengundang Antony Saich dan Arnold Howitt dari Sekolah Ilmu Pemerintahan John F. Kennedy, Universitas Harvard, Amerika Serikat untuk membagi pengalaman Amerika Serikat dan Cina dalam mengelola situasi krisis. Kedua pakar tersebut berbicara di depan petinggi lembaga-lembaga pemerintah yang terkait dengan kebencanaan, seperti BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), BMKG (Badan Meteorologi dan Geofisika), Badan Geologi ESDM, Badan SAR Nasional, serta akademisi dari perguruan tinggi dan lembaga riset, dalam sebuah sesi diskusi di Istana Presiden.

“Cina memiliki pengalaman yang baik dalam menangani gempa dan banjir seperti kita. Sementara AS berpengalaman mengelola situasi krisis pada saat badai topan. Pengalaman kedua negara sangat relevan untuk kita jadikan referensi,” kata Soeyanto, Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana (SKP BSB) dalam siaran pers yang diterima KONTAN, Kamis (24/6).

Menurut Soeyanto, kedua negara tersebut berhasil mengembangkan sistem manajemen bencana yang tangguh, yang bertumpu pada kepemimpinan yang efektif antar lembaga pemerintah yang terkait dengan kebencanaan.

Howitt menjelaskan, koordinasi menjadi salah kata kunci dalam mengatasi krisis pada saat bencana terjadi, karena pemerintah di pusat dan daerah memiliki bermacam-macam lembaga yang terkait dengan kebencanaan. "Koordinasi yang efektif itu bukan hanya soal kemampuan membangun relasi antar lembaga, tapi yang lebih mendasar adalah bagaimana kita mendesain relasi dan pembagian kerja yang tepat antar lembaga,” kata pakar manajemen krisis dari Universitas Harvard ini.

Howitt menegaskan, apabila desain kelembagaan itu sudah tepat, maka pekerjaan rumah berikutnya adalah reformasi birokrasi dalam hal pengembangan sumberdaya manusia. Karena itu, ia berpendapat, pengembangan sumberdaya manusia yang mumpuni di bidang kebencanaan adalah pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia yang tak bisa ditunda-ditunda. Apalagi sampai menunggu Jakarta terkena gempa. “Apabila diperlukan, Harvard bersedia memberikan pelatihan mengenai manajemen bencana kepada tenaga-tenaga di institusi kebencanaan di Indonesia,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×