Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
NUSA DUA. Pekerjaan rumah menanti Sri Mulyani Indrawati pasca dilantik sebagai Menteri Keuangan pada Rabu (27/7) lalu menggantikan Bambang Brodjonegoro. Utamanya, membenahi risiko fiskal, khususnya penerimaan negara dan defisit anggaran.
Ekonom Mandiri Sekuritas Leo Putera Rinaldy mengatakan, saat ini risiko terbesar ekonomi Indonesia masih berada di fiskal. Menurutnya, peran belanja pemerintah pada semester kedua tahun ini terhadap pertumbuhan ekonomi perlu diwaspadai lantaran diperkirakan tidak sebesar semester kedua tahun lalu.
Sebab target penerimaan pajak yang telah disahkan dalam APBN-P 2016 dinilai Leo masih terlalu tinggi, walaupun telah direvisi dan kebijakan Tax Amnesty sudah dijalankan.
Ia memperkirakan, penerimaan pajak dari Tax Amnesty hanya sekitar Rp 80-Rp 90 triliun dan penerimaan pajak di luar Tax Amnesty hanya bisa tumbuh maksimal 8% dibandingkan realisasi tahun lalu, jauh lebih rendah dari target tahun ini yang sebesar 24% dibanding realisasi tahun lalu.
Dengan perkiraan realisasi belanja negara pada tahun ini hanya 96% dari target, Leo menghitung, defisit anggaran bisa jebol ke 3,3% dari produk domestik bruto (PDB). "Tapi kan tidak mungkin 3,3% maka harus dibawa ke 2,6%-2,7%," kata Leo dalam acara Diskusi Ekonomi Terkini yang diadakan Bank Indonesia (BI) di Nusa Dua, Bali, Minggu (31/7).
Menurut Leo, penurunan defisit anggaran tersebut bisa dilakukan dengan memangkas belanja negara sebesar Rp 88 triliun. Pemotongan tersebut lanjut dia, bisa dilakukan dengan penghematan otomatis pada pos anggaran pendidikan dan sisanya pemangkasan belanja operasional.
Jika Sri Mulyani mengambil keputusan untuk memangkas belanja dan melebarkan defisit anggaran yang terkelola, maka akan memberikan kepastian bagi investor untuk berinvestasi di dalam negeri.
"(Investasi tahun ini bisa positif) karena de javu setahun lalu tidak terulang. Tahun lalu itu memang ada salah satu cara menutup shortfall penerimaan pajak antara lain digenjot," tambahnya.
Lebih lanjut menurut Leo, pemerintah sebaiknya tidak mengambil keputusan untuk melebarkan defisit anggaran lebih dari 3%. Hal tersebut akan dinilai investor bahwa pemerintah tidak pandai mengelola anggaran.
Menurutnya, pelebaran defisit anggaran melebihi ketentuan undang-undang keuangan negara sebaiknya dilakukan saat kondisi ekonomi berjalan normal. "Jadi menurut saya, risiko fiskal masih bisa dikelola dan sangat tergantung apa yang diambil pemerintah ke depannya," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News