Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang tahun terkahir kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla, beberapa kalangan menilai adanya kebijakan populis di tahun depan. Apalagi, Jokowi kembali mencalonkan sebagai presiden di periode mendatang 2019-2024.
Kebijakan populis tersebut terecermin dalam beberapa pos dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 yang anggarannya dinaikkan. Ambil contoh, dana bantuan sosial (bansos) yang dianggarkan naik 28,65% dari tahun ini menjadi Rp 103,24 triliun di 2019. Begitu pula pos dana desa yang kembali meningkat dari tahun ini Rp 60 triliun menjadi Rp 70 triliun.
Sebelumnya pemerintah malah menganggarkan lebih banyak dana desa yakni sebesar Rp 73 triliun. Tapi di tengah jalan, Menteri Keuangan Sri Mulyani memangkas Rp 3 triliun dana desa untuk dialokasikan ke kelurahan. Keputusan ini merupakan hal yang baru bagi pemerintah karena sebelumnya tidak ada dana khusus bagi kelurahan.
Staf Khusus Kepresidenan bidang ekonomi Ahmad Erani Yustika menepis anggapan bahwa pemerintah menempuh kebijakan populis untuk kepentingan politik di tahun depan.
Kata Erani, dana desa sendiri sebetulnya dari tahun ke tahun selalu meningkat. Bahkan ia mencatat, di periode 2015-2016, alokasi dana desa justru melesat 125% dari Rp 20 triliun di tahun 2015 menjadi Rp 46,9 triliun di 2016.
Setelah itu, alokasi dana desa menjadi Rp 60 triliun di 2018. "Saya kebetulan mengelola dana desa pada dua tahun-tiga tahun pertama. Dana desa dari 2015-2016 naik 125%, tapi ngga ribut tuh," katanya saat ditemui di Bakoel Koffie, Kamis (18/10).
Bahkan, tambah Erani, pemerintah berupaya memastikan agar program-program itu efektif dan fiskalnya lebih sehat di tahun depan. "Makanya tahun depan itu, defisit anggaran ya itu proyeksinya lebih rendah dari tahun ini," katanya. Sekadar tahu saja, tahun depan pemerintah menargetkan defisit sebesar 1,84% dari produk domestik bruto (PDB). Sementara tahun ini defisit diperkirakan 1,83%-2,04% dari PDB.
"Kalau pemerintah ingin populis, defisit dinaikkan saja, kasih subsidi gede-gedean ke masyarakat. Tapi kan itu tidak dilakukan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News