Reporter: Benedictus Bina Naratama | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Istaka Karya menolak permohonan pembatalan proposal perdamaian yang diajukan oleh PT JAIC Indonesia. PT Istaka Karya beralasan, pembuktian piutang atau tagihan utang yang diajukan JAIC Indonesia bersifat tidak sederhana.
Dalam berkas jawaban yang diperoleh KONTAN, Direktur Utama Istaka Karya, Kasman Muhammad menuturkan, utang JAIC Indonesia selaku pemohon gugatan yang diakui berdasarkan perjanjian hanya US$ 880.000. Namun JAIC Indonesia mengklaim memiliki piutang sebesar US$ 5,5 juta. "Pembuktian tagihan pemohon tidak sederhana, sehingga sengketa mengenai jumlah utang harus diperiksa dalam perkara gugatan biasa dulu," ujar Kasman, Senin (20/4).
Awalnya JAIC mengajukan tagihan sebesar US$ 5,5 juta, namun pada proses verifikasi piutang, pengurus PKPU hanya mengakui tagihan sementara sebanyak US$ 880.000. Kasman bilang, JAIC pernah mengajukan keberatan tapi ditolak oleh majelis hakim.
Rencananya, untuk pembayaran utang kepada kreditur konkuren, Istaka Karya bakal menggunakan dana hasil penagihan sisa piutang milik perusahaan. JAIC sendiri termasuk kreditur konkuren.
Dalam proposal perdamaian disebutkan, kreditur konkuren yang memiliki tagihan di atas Rp 5 miliar, perusahaan akan melakukan pembayaran awal sebesar 3% dari nilai piutang atau minimal Rp 550 juta dengan dana yang berasal dari penagihan ke Pemerintah Daerah Riau.
Selain itu, sisa utang setelah dipotong pembayaran awal akan dikonversikan menjadi penyertaan modal yang akan ditarik kembali setelah terjadi akumulasi saldo laba positif. Saldo laba positif ini diproyeksikan terjadi pada tahun ke delapan atau tahun 2023.
Saat ini Istaka Karya belum dapat melakukan pembayaran awal kepada para kreditur karena piutang kepada Pemda Riau senilai Rp 29,58 miliar belum dibayar. Begitu pun dengan proses konversi tagihan menjadi pernyertaan saham yang terganjal dalam proses pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah antar Kementerian di Kementerian Keuangan.
Kuasa hukum JAIC Indonesia Tony Budidjaja menuturkan, pihaknya tak mendapatkan perhatian Istaka. Pembayaran 3% maupun konversi utang menjadi saham, tidak terealisasi. "Masalah utama yang ingin kami ketahui apakah mereka masih mempunyai kemampuan untuk membayar atau tidak," ujar Tony kepada KONTAN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News