Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
LIPI, saran dia, harus membawa permasalahan ini ke ranah hukum, karena bila tidak LIPI akan dianggap sebagai lembaga yang tidak kredibel lagi. Karena bagaimana pun, ini sudah masuk ke kategori pencemaran nama baik.
"Nama besar LIPI harus dijaga kredibilitasnya. Ini kan jadi tercemar nama baiknya. Kalau mau dukung ya dukung saja, jangan pakai survei abal-abal. Jualan program lebih baik, lebih baik terbuka dari pada memanipulasi data dan itu merusak lembaga riset seperti LIPI, dan nanti lama-lama orang tidak percaya kepada lembaga riset Indonesia," kata dia.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor, juga membantah keterlibatan peneliti LIPI dalam hasil survei Rumah Demokrasi. Ia mengatakan bahwa lembaganya tidak pernah mengeluarkan hasil survei elektabilitas pasangan calon presiden-wakil presiden 2019.
"LIPI tidak pernah mengeluarkan hasil survei yang menyatakan elektabilitas Jokowi - Maruf 40,30 %, Prabowo - Sandi 45, 45 %, dan tidak tahu/tidak jawab 14,25 %," kata Firman.
Firman mengatakan, saat menjadi pembicara bersama peneliti LIPI, Aisah Putri Budiarti, survei yang menjadi rujukan adalah hasil survei Rumah Demokrasi yang disampaikan Ramdansyah, dalam acara diskusi bertajuk Migrasi Suara Pilpres 2019: Hasil Survei versus Realitas.
"LIPI tidak terlibat sama sekali di dalam proses dan penyampaian hasil survei tersebut," ujarnya.
Menurut Firman, ia dan Aisah hadir sebagai pembicara untuk mencermati secara umum peluang migrasi suara dalam Pemilu 2019, dengan melihat peluang migrasi dapat terjadi melalui perpindahan dari satu pasangan calon ke pasangan calon lain, atau dari swing voter ke salah satu pasangan calon.
Sementara, Syamsuddin Haris selaku analis politik LIPI, juga memastikan bahwa LIPI tidak melakukan survey elektabilitas capres. "Tidak ada survei LIPI terkini tentang elektabilitas capres," kata Samsyuddin Haris, ketika dikonfirmasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News