Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Insp!r Indonesia atau Yayasan Perlindungan Sosial Indonesia menolak revisi Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) masuk dalam pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law. Insp!r Indonesia menilai revisi BPJS dalam RUU Omnibus law akan memangkas independensi dan kewenangan BPJS dengan memposisikan direksi dan dewan pengawas BPJS di bawah menteri.
"Kehadiran Draft RUU Kesehatan menjadi kontraproduktif bagi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan untuk mengelola jaminan sosial dengan lebih baik lagi," kata Ketua Presidium Insp!r Indonesia, Yatini Sulistyowati dalam siaran pers, Minggu (19/2).
Misalnya, Pasal 7 ayat (2) RUU Kesehatan menyatakan BPJS bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri yaitu melalui menteri kesehatan untuk BPJS Kesehatan dan menteri ketenagakerjaan untuk BPJS Ketenagakerjaan. Dan Pasal 13 ayat (2) huruf a, khusus bagi bagi BPJS Kesehatan wajib melaksanakan penugasan dari Kementerian Kesehatan.
Baca Juga: Ini Alasan IDI Tolak RUU Kesehatan, Kemenkes Akan Jadi Super Power
Tidak hanya itu, proses penyampaian laporan pengawasan penyelenggaraan Jaminan Sosial sebagai bagian dari laporan BPJS kepada Presiden harus melalui menteri kesehatan untuk BPJS Kesehatan dan melalui menteri ketenagakerjaan untuk BPJS Ketenagakerjaan, dengan tembusan kepada DJSN. Ketentuan ini diatur di Pasal 22 ayat (2) huruf d RUU Kesehatan.
Proses pemilihan direksi dan dewan pengawas kedua BPJS pun dalam kendali Menteri Kesehatan dan Menteri Ketenagakerjaan, yang diberi kewenangan membentuk panitia seleksi bersama menteri keuangan atas persetujuan presiden. Hal ini diatur dalam Pasal 28 ayat (1) RUU Kesehatan.
"Padahal, pada UU BPJS, Direksi dan Dewas BPJS bertanggung jawab langsung kepada presiden. Direksi maupun dewan pengawas tidak bisa melaksanakan penugasan dari menteri," papar Yatini.
Baca Juga: Dirut BPJS Kesehatan Soroti Poin Kelembagaan dalam RUU Omnibus Law Kesehatan
Yatini menegaskan, bahwa kedua BPJS tersebut mengelola dana masyarakat bukan dana APBN/APBD, dan oleh karenanya pengelolaan dana masyarakat harus terhindar dari intervensi pihak lain termasuk kementerian. Dia menilai, bila pengelolaan dana masyarakat dapat diintervensi oleh Menteri maka akan berpotensi merugikan masyarakat dan pekerja/buruh. Sebab, dana untuk membayar manfaat jaminan sosial akan terganggu.
Insp!r Indonesia menyebut, status badan hukum publik bagi BPJS harus dimaknai sebagai bentuk independensi BPJS dalam mengelola jaminan sosial, yaitu bertanggung jawab langsung ke presiden, bukan melalui menteri. Insp!r Indonesia menilai kehadiran RUU Kesehatan akan menurunkan kualitas pengelolaan jaminan sosial yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas pelayanan dan manfaat jaminan sosial kepada rakyat Indonesia.
"Oleh karenanya Insp!r Indonesia meminta DPR RI dan Pemerintah mengurungkan niat untuk merevisi UU BPJS di RUU Kesehatan. Insp!r Indonesia menolak keinginan DPR dan Pemerintah merevisi UU BPJS di RUU Kesehatan," ujar Yatini. Insp!r Indonesia meminta agar DPR RI dan Pemerintah fokus untuk meningkatkan manfaat dan layanan program jaminan sosial, dengan tetap memposisikan kedua BPJS bertanggung jawab langsung kepada presiden, tanpa melalui menteri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News