kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.194   6,00   0,04%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Insentif fiskal tak selesaikan masalah daya beli


Kamis, 06 Juli 2017 / 20:46 WIB
Insentif fiskal tak selesaikan masalah daya beli


Reporter: Ghina Ghalia Quddus | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Pelemahan ekonomi domestik selama tiga tahun terakhir masih terasa hingga kini sehingga membuat daya beli masyarakat lesu beberapa tahun ini. Namun, pemerintah belum menyiapkan stimulus khusus untuk mendorongnya.

Ekonom Maybank Indonesia Juniman mengatakan, guna mendorong daya beli, pemerintah memiliki opsi untuk menggunakan kebijakan insentif fiskal, yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Asal tahu saja, selama ini PPN dari tahun 1984 belum berubah, yakni masih 10%, sedangkan negara lain sudah ada di bawah 10%.

“Nah, bila ingin pakai insentif pajak, shortfall pemerintah malah akan makin besar di tengah upaya mempertahankan penerimaan. Memang bisa aja kalau mau cepat, tapi menurut saya ini tidak menyelesaikan masalah,” kata Juniman kepada KONTAN, Kamis (6/7).

Menurut Juniman, yang menjadi masalah terkait daya beli ini lebih kepada lesunya bisnis ritel tradisional yang disebabkan oleh bisnis model yang sudah usang, “Kalay dengan bisnis model yang sekarang walau daya beli bagus mereka tetap jelek penjualannya,” ucapnya.

Di situasi sekarang, Juniman melihat daya beli akan mengalami perbaikan, “Kalau ekonomi terus mengalami recovery, daya beli akan naik dengan sendirinya,” ujarnya,

Sebelumnya, Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa dirinya optimistis kuartal kedua dan ketiga ini daya beli akan pulih sehingga ekonomi pertumbuhannya semakin seimbang motor penggeraknya. Untuk itu, menurutnya stimulus khusus juga tidak diperlukan saat ini.

“Apabila ekspor impor terus berjalan, penghasilan orang membaik. Jadi tidak harus dengan stimulus khusus untuk menggerakan ekonomi. Bila ekonomi bergerak, dia akan lahirkan permintaan,” ujarnya.

Ia mengatakan, pada awal tahun ini sendiri ekspor mulai tumbuh positif sehingga situasi mengarah ke perbaikan. Selain itu, menurutnya perekonomian global pada tahun ini juga mulai membaik, sehingga diharapkan penghasilan masyarakat bisa lebih baik dan hasilnya daya beli masyarakat diharapkan bisa meningkat.

Darmin mengatakan, pertumbuhan ekonomi selama kuartal kedua tahun ini bisa lebih baik dibandingkan kuartal pertama tahun ini, yakni 5,01 persen (yoy), "Di atas itu dong lebih tinggi, ya artinya sebetulnya secara nasional ekonomi kita membaik di kuartal kedua, karena ada permintaan macam-macam dari negara lain yang membaik. Secara siklus, kuartal kedua dan tiga umumnya membaik dibandingkan kuartal pertama," jelasnya.


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×