Reporter: Agus Triyono | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah masih menggodok revisi Peraturan Presiden (Perpres) No 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Melalui revisi tersebut, pemerintah ingin menambah sektor infrastruktur yang pembangunannya bisa dikerjasamakan antara pemerintah dengan pihak swasta.
Namun, poin revisi Perpres itu dinilai mengalami kemunduran dari beleid yang sudah ada. Hal ini diungkapkan salah satu pejabat pemerintah yang menjadi peserta rapat koordinasi pembahasan revisi Perpres tersebut.
Sumber KONTAN di Bappenas yang enggan disebutkan identitasnya itu bilang, salah satu kemunduran poin revisi Perpres itu, antara lain, menyangkut soal hak bagi pemrakarsa proyek untuk menyesuaikan tawaran mereka dengan penawaran terendah yang diajukan investor lain. Istilahnya hak right to match.
Menurut pejabat itu, hak right to match telah dihapus dan diganti dengan metode penilaian atau scoring. Contoh, kata dia, ada pemrakarsa proyek infrastruktur mengajukan proposal ke pemerintah dengan nilai Rp 1 triliun. Selanjutnya, proyek itu dilelang dan ada investor lain berani menawar Rp 900 miliar.
Dalam aturan sebelumnya, pemrakarsa proyek bisa diberikan tawaran right to match tersebut. “Berani tidak Anda bersaing harga dengan kompetitor. Kalau berani, kami kasih. Tapi, kalau tidak kami kasih ke pihak lain," kata pejabat tersebut, Selasa (3/2).
Nah, pejabat tadi menambahkan, dalam aturan yang akan direvisi ini, hak right to match akan dihapus dan diganti dengan mekanisme scoring. Dengan sistem scoring ini, justru usulan proyek dengan nilai tertinggi yang akan disetujui pemerintah. "Hasil revisi sudah diketuk Menko Perekonomian pada Senin kemarin (2/2)," imbuhnya.
Andrinof Chaniago, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas bilang, penghapusan hak right to match melalui revisi Perpres dilakukan sebagai upaya pemerintah menekan dominasi swasta dalam penguasaan infrastruktur di tanah air. "Ada kecenderungan swasta mengendalikan sehingga kepentingan publik hilang, orang mau menikmati layanan publik ditentukan harga dan tarifnya oleh swasta," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News