Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun depan, kebijakan perpajakan masih menuai tantangan lantaran ekonomi masih dalam proses pemulihan. Sehingga pajak sebagai instrumen fiskal tidak hanya sebagai budgeter tapi juga regulered.
Berdasarkan Nota Keuangan Rancangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021, kebijakan optimalisasi dan reformasi perpajakan di tahun 2021 mencakup lima hal.
Pertama, pemajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Kedua, ekstensifikasi dan pengawasan berbasis individu dan kewilayahan. Ketiga, pemeriksaan, penagihan, dan penegakan hukum yang berbasis risiko dan berkeadilan.
Keempat, meneruskan reformasi perpajakan yang meliputi bidang organisasi, SDM, IT dan basis data, proses bisnis, serta peraturan pajak. Kelima, pengembangan fasilitas kepabeanan dan harmonisasi fasilitas fiskal lintas K/L.
Baca Juga: Mandiri Institute: Dampak PSBB Jakarta, ekonomi nasional bisa minus 2%
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan tahun depan penerimaan perpajakan akan lebih rendah hingga Rp 37,4 triliun dari yang sebelumnya ditargetkan dalam RAPBN 2021.
Adapun postur sementara penerimaan perpajakan tahun depan sebesar Rp 1.444,5 triliun. Angka tersebut lebih rendah 2,5% dari outlook RAPBN 2021 senilai Rp 1.481,9 triliun.
Secara rinci, penerimaan pajak pertambahan (PPh) minyak dan gas bumi (migas) naik Rp 4,6 triliun. PPh non-migas turun Rp 20,7 triliun. Pajak pertambahan nilai (PPN) turun Rp 27,5 triliun. Pajak lainnya naik Rp 1,5 triliun. Lalu, kepabeanan dan cukai naik Rp 1,5 triliun.
“Diakui dengan adanya perkembangan Covid terutama akhir-akhir ini kita melihat eskalasi ketidakpastian meningkat untuk tahun 2020 dan masih akan berlangsung di 2021. Sehingga kita memang patut waspada namun tidak kehilangan fokus untuk optimistis dalam menghadapi masalah,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja (raker) dengan Banggar DPR RI, Jumat (11/9).
Di sisi lain, Kemenkeu juga akan memberikaninsentif perpajakan yang selektif dan terukur. Antara lain berupa insentif perpajakan kepada sektor terdampak yang dapat mempercepat pemulihan ekonomi. Lalu, insentif perpajakan dalam rangka membantu cash flow wajib pajak (WP) badan dan penyediaan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat.
Adapun, pagu dalam anggaran insentif pajak dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 sebesar Rp 20,4 triliun. Pagu tahun depan hanya 16,9% dari total alokasi insentif perpajakan di tahun 2020 sebesar Rp 120,61 triliun.
Anggaran tersebut akan dipergunakan untuk insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP) dan pendahuluan restitusi atau pengembalian pajak pertambahan nilai (PPN).
Sementara itu, DJP juga melakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dengan pemberian insentif untuk kegiatan vokasi dan litbang untuk peningkatan kualitas SDM. Kemudian, penguatan sektor strategis dalam rangka transformasi ekonomimelalui Omnibus Law Perpajakan dan proses bisnis layanan yang user friendly berbasis IT. Lalu, penguatan klinik ekspor/klinik untuk percepatan investasi dan daya saing.
Baca Juga: Tahun depan, PNBP bertambah Rp 4,7 triliun dari target awal