Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Dessy Rosalina
Perusahaan pelat merah kini tidak perlu ketar ketir saat melakukan transaksi lindung nilai alias hedging valuta asing (valas). Setelah melalui proses panjang, seluruh lembaga pemerintah terkait, satu suara soal aktivitas hedging bagi perusahaan BUMN. Kesepakatan antara Kementerian Keuangan (Kemkeu) Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lembaga negara audit yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bank Indonesia (BI), dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tertuang dalam standar operasional prosedur (SOP) tentang transaksi hedging yang diumumkan, Rabu, (17/9).
Poin terpenting dalam SOP itu adalah, efek selisih atau kerugian yang muncul atas transaksi hedging merupakan biaya, dan bukan kerugian negara. Sebaliknya, apabila terjadi kelebihan, dana tersebut tercatat sebagai pendapatan, bukan keuntungan.
Kesepahaman ini menjadi solusi yang sudah lama ditunggu perusahaan BUMN.
Chatib Basri, Menteri Keuangan mengatakan, penghalang bagi BUMN bertransaksi hedging adalah kekhawatiran tentang interpretasi berbeda. BUMN takut dianggap merugikan negara. "Tidak multi interpretasi lagi. Ini bagian dari praktik bisnis. Tentu, harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum," ujar Chatib, kemarin.
Poin penting lain dalam SOP adalah evaluasi aktivitas hedging secara berkala, periode waktu penggunaan, aset dasar yang digunakan (underlying), rencana transaksi hedging, pelaporan, tahapan pelaksanaan hingga penyusunan dokumentasi. BUMN juga dituntut melakukan analisa sebelum bertransaksi hedging.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News