Reporter: Agus Triyono | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pemilihan umum kepala daerah oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) sebagaimana diinginkan oleh mayoritas fraksi di DPR ternyata mengandung banyak kelemahan. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh pakar hukum tata negara Refly Harun, setidaknya ada beberapa kelemahan dan kerugian yang bisa timbul bila sistem tersebut dipaksakan.
Pertama, kerancuan sistem pemerintahan, khususnya sistem pemerintahan presidensil. Kedua, Refly juga mengatakan pelaksanaan pemilihan kepala daerah lewat DPRD juga berpotensi mengancam kinerja kepala daerah.
"Karena bila sistem tersebut dilaksanakan, DPRD akan mempunyai posisi lebih tinggi dibanding kepala daerah," kata Refly dalam Rakornas Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) di Jakarta Kamis (11/9).
Ketiga, Refly juga mengatakan pemilihan kepala daerah lewat DPRD juga berpotensi melanggengkan praktik politik uang dalam jumlah besar, khususnya ke anggota DPRD. Sebab, untuk bisa terpilih seorang calon biasanya akan dimintai mahar.
"Walaupun di pemilukada langsung money politic ada tapi dampaknya tidak secara langsung pengaruhi hasil pemilu karena kita tidak tahu apa yg dipilih oleh rakyat dibilik suara tapi di DPRD ini menimbulkan dampak besar ke hasil," katanya.
Keempat, Regly juga mengatakan pemilihan kepala daerah secara langsung juga berpotensi membuat kepala daerah terpasung. Mereka akan menjadi sapi perahan DPRD. Sebab, mereka telah dipilih DPRD.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News