kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Ini satu-satunya cara redam laju Jokowi, apa itu?


Senin, 26 Agustus 2013 / 11:36 WIB
Ini satu-satunya cara redam laju Jokowi, apa itu?
ILUSTRASI. Logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK). KONTAN/Cheppy A. Muchlis


Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Toto Izul Fatah mengatakan, sulit untuk meredam elektabilitas Joko Widodo sebagai calon presiden. Menurutnya, hanya ada satu cara untuk meredamnya, yakni bila Gubernur DKI Jakarta itu tak diusung PDI Perjuangan sebagai calon presiden karena tak memenuhi presidential threshold atau alasan internal partai.

Toto mengungkapkan, keberadaan Jokowi dengan semua citra positif yang dimilikinya telah membius masyarakat untuk menjatuhkan pilihan kepadanya. Ia yakin elektabilitas Jokowi akan terus melesat dan sulit diredam partai atau tokoh lain di kompetisi pemilihan presiden.

"Manuver paling rasional untuk meredam melesatnya Jokowi hanya dengan tidak meloloskan dia sebagai capres. Saat itu terjadi, ini tentu jadi good news untuk capres lainnya" kata Toto saat dihubungi Kompas.com, dari Jakarta, Senin (26/8/2013).

Selain itu, kata Toto, cara lain meredam elektabilitas Jokowi adalah dengan mendorong PDI Perjuangan untuk mengusung ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri, sebagai calon presiden 2014-2019. Menurutnya, hal itu mungkin bisa saja terjadi karena Jokowi masih harus menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Bahkan, jika pun ada manuver down grading kepadanya (Jokowi), justru publik yang akan membela. Kecuali ada blunder politik atau tsunami politik pada Jokowi," ujar Toto.

Sebelumnya, ia berpendapat, elektabilitas Jokowi terus melesat lantaran dipicu kekecewaan publik pada politik yang akhirnya mendorong memilih dengan irasional dan emosional. Posisi Jokowi saat ini juga dianggapnya sama dengan posisi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di periode sebelumnya yang dipilih bukan karena rekam jejak yang jelas, melainkan karena alasan kesukaan personal.

Jokowi melesat

Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan popularitas Joko Widodo (Jokowi) dibandingkan dengan sosok lainnya mengindikasikan kian menguatnya tuntutan masyarakat terhadap kehadiran generasi kepemimpinan politik nasional baru yang tidak bersifat artifisial. Kesimpulan demikian tampak dari dua hasil survei opini publik yang dilakukan secara berkala (longitudinal survey) terhadap 1.400 responden—calon pemilih dalam Pemilu 2014—yang terpilih secara acak di 33 provinsi.

Hasil survei menunjukkan, semakin besar proporsi calon pemilih yang jelas menyatakan pilihannya terhadap sosok pemimpin nasional yang mereka kehendaki. Sebaliknya, semakin kecil proporsi calon pemilih yang belum menyatakan pilihan dan semakin kecil pula proporsi calon pemilih yang enggan menjawab (menganggap rahasia) siapa sosok calon presiden yang ia harapkan memimpin negeri ini.

Besarnya proporsi pemilih yang sudah memiliki preferensi terhadap sosok calon presiden secara signifikan hanya bertumpu kepada lima nama: Joko Widodo, Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, Megawati Soekarnoputri, dan Jusuf Kalla. Pada survei terakhir (Juni 2013), lima sosok itu mampu menguasai dua pertiga responden. Sisanya (18,2 persen) tersebar pada 16 sosok calon presiden lainnya.

Dibandingkan dengan survei pada Desember 2012, ruang gerak penguasaan ke-16 sosok "papan bawah" popularitas ini relatif stagnan, yang menandakan kecilnya peluang lonjakan mobilitas setiap sosok ke papan atas (lihat grafik). Dari kelima sosok yang berada pada papan atas popularitas capres, kemunculan Jokowi sebagai generasi baru dalam panggung pencarian sosok pemimpin nasional menarik dicermati. Ia langsung menempati posisi teratas dengan selisih yang terpaut cukup jauh dengan keempat calon lain yang namanya sudah menasional selama ini.

Saat ini, tingkat keterpilihan Jokowi mencapai 32,5 persen. Proporsi itu meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tingkat keterpilihannya pada Desember 2012. Di sisi lain, tingkat penolakan responden terhadap dirinya tampak minim dan semakin kecil. Dari seluruh responden, yang secara ekstrem tidak menghendaki dirinya menjadi presiden hanya di bawah 5 persen.

Sebaliknya, saat ini basis dukungan terhadap Jokowi makin luas. Ia makin diminati oleh beragam kalangan, baik dari sisi demografi, sosial ekonomi, maupun latar belakang politik pemilih. Dari sisi demografi, misalnya, dukungan dari kalangan beragam usia, jenis kelamin, ataupun domisili responden Jawa maupun luar Jawa bertumpu kepadanya.

Sosoknya juga populer tidak hanya bagi kalangan ekonomi bawah, tetapi juga kalangan menengah hingga atas. Ia pun diminati oleh beragam latar belakang pemilih partai politik, tidak hanya tersekat pada para simpatisan PDI Perjuangan, partai tempatnya bernaung. Bagi responden pendukungnya, paduan antara karakteristik persona yang dimiliki dan kompetensi yang ditunjukkan Jokowi selama ini menjadi alasan utama mereka menyandarkan pilihan. Ketulusan, kepolosan, dan kesederhanaan yang ditunjukkan Jokowi menjadi modal kepribadian yang memikat publik.

Sisi kepribadian tersebut berpadu dengan kompetensi yang ditunjukkan selama ini dalam langkah politiknya. Ia tidak bersifat elitis, gemar turun langsung memotret persoalan. Sebagai pemimpin lokal, ia produktif mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada rakyat dan mencoba konsisten menyelesaikan permasalahan. Paduan antara sosok kepribadian dan tindakannya yang dinilai publik tidak artifisial ini mendapatkan tempat yang tepat di saat bangsa tengah merindukannya.  (Indra Akuntono/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×