Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA.Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga BI - 7 Days Reverse Repo Rate (BI-7DRRR) di level 6%. BI juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi di bawah 5,2% dan defisit transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) tahun ini melebar 2,5%-3%.
"Keputusan tersebut sejalan dengan upaya menjaga stabilitas eksternal perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo saat konferensi pers di kantornya, Kamis (16/5).
Perry menjelaskan, dari sisi eksternal, perkembangan ekonomi global kurang menguntungkan bagi Indonesia dan memberikan tantangan dalam upaya menjaga stabilitas eksternal baik untuk mendorong ekspor maupun menarik modal asing.
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) diperkirakan menurun dipicu stimulus fiskal yang terbatas, pendapatan dan keyakinan pelaku ekonomi yang belum kuat serta permasalahan struktur pasar tenaga kerja yang terus mengemuka.
Perbaikan ekonomi Eropa diprakirakan lebih lambat akibat melemahnya ekspor, belum selesainya permasalahan di sektor keuangan serta berlanjutnya tantangan struktural karena aging population (populasi yang bahkan mulai menua).
Sementara ekonomi China juga diprakirakan belum kuat meskipun telah ditempuh stimulus fiskal melalui pemotongan pajak dan pembangunan infrastruktur.
"Pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat berpengaruh pada volume perdagangan dan harga komoditas global yang menurun. Sementara itu ketidakpastian pasar keuangan dunia meningkat dipengaruhi eskalasi perang dagang AS dan Tiongkok," jelas Perry.
Dari sisi internal, pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih rendah dari perkiraan dipengaruhi ekonomi global yang menurun. Pada kuartal I-2019 ekonomi tumbuh 5,07% hanya naik tipis bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat 5,06%.
Menurunnya pertumbuhan ekonomi global dan harga komoditas yang lebih rendah telah berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekspor Indonesia yang kemudian berpengaruh pada konsumsi rumah tangga dan investasi non bangunan yang melambat. Pengaruh belanja terkait kegiatan pemilu 2019 terhadap konsumsi lebih rendah dari prakiraan.
Sementara itu, neraca pembayaran Indonesia surplus US$ 2,4 miliar. Membaik bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang defisit US$ 3,8 miliar. Hanya saja defisit transaksi berjalan masih melebar dikisaran 2,6% dari produk domestik bruto (PDB). Padahal periode yang sama tahun lalu hanya 2,01% dari PDB.
Pada April 2019, neraca perdagangan mengalami defisit US$ 2,5 miliar sejalan dengan perlambatan ekonomi global, di samping karena faktor musiman. Sementara itu, aliran masuk modal asing berlanjut pada April 2019, terutama ditopang aliran masuk investasi portofolio.
Nilai tukar rupiah melemah pada Mei 2019 dipengaruhi dampak ketidakpastian global serta pola musiman peningkatan permintaan valas. Setelah sebelumnya menguat pada April 2019, nilai tukar Rupiah pada 15 Mei 2019 tercatat melemah 1,45% secara point to point dibandingkan dengan level akhir April 2019 dan 1,36% secara rerata dibandingkan rerata April 2019.
Nilai tukar rupiah yang melemah pada Mei 2019 tidak terlepas dari pengaruh sentimen global terkait eskalasi perang dagang sehingga memberikan tekanan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Sementara itu, inflasi April 2019 terkendali sehingga menopang stabilitas perekonomian secara keseluruhan. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tetap rendah yang pada April 2019 tercatat sebesar 0,44% secara bulanan atau 2,83% secara tahunan (yoy), meskipun meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,11% secara bulanan atau 2,48% (yoy).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News