kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini penyebab rupiah tak berotot


Senin, 15 Desember 2014 / 23:37 WIB
Ini penyebab rupiah tak berotot
ILUSTRASI. Kubis bisa membantu mencegah katarak.


Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mengalami pelemahan yang signifikan. Mata uang Garuda di pasar spot, Senin (15/12), ditutup melorot melemah 1,98% di level 12.714 per dollar AS.

Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih melihat ada penyebab loyonya rupiah. 

"Tekanan harga minyak dunia yang di bawah 60 dollar AS per barrel memunculkan ekspektasi terjadinya resesi," ucap Lana kepada Kompas.com, Senin (15/12). 

Pada masa mendatang, diperkirakan bakal terjadi pemangkasan permintaan minyak. Resesi mungkin akan berlanjut di semua negara. 

Lana juga melihat adanya ekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya. Akibatnya, orang-orang lebih memilih memegang dollar AS sebagai safe haven

"Tapi perlu juga diketahui, dibanding mata uang lain, pelemahan rupiah tidak sebesar mata uang lain secara year to date (ytd). Ringgit Malaysia turun 7 persen ytd, won 5 persen ytd, yen 16 persen ytd, rupiah hanya 3 persen ytd," jelas Lana. 

Pelemahan rupiah terlihat begitu besar karena level nominalnya juga besar dibanding dollar AS. Namun, Lana melihat bahwa pelemahan rupiah tak seburuk mata uang lain. Hingga tutup tahun ini Lana memperkirakan nilai tukar masih akan di kisaran 12.300 per dollar AS, jauh dari perkiraan awalnya yang sebesar 11.800 per dollar AS.

Sebelumnya, Jonathan Cavenagh, Currency Strategist Westpac Banking Corp, menyebut rupiah semakin tak bertenaga seiring spekulasi perusahaan di Indonesia ramai-ramai membeli dollar AS sebelum akhir tahun. 

Selain itu, penarikan dana besar-besaran dipicu spekulasi adanya prospek kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat juga melemahkan nilai tukar mata uang Garuda. (Estu Suryowati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×