Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BPJamsostek mendapat banyak sorotan setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2022.
Aturan yang diundangkan pada 4 Februari 2022 dan efektif berlaku 4 Mei 2022 ini mengubah total syarat dan ketentuan pencairan JHT. Dengan aturan baru itu, pencairan dana JHT setelah usia 56 tahun, telah meninggal dunia atau cacat tetap.
Sedangkan dalam aturan sebelumnya, yakni Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 19 Tahun 2015, dana pekerja yang ada di dalam program JHT dapat langsung dicairkan 1 bulan setelah tidak bekerja atau mengundurkan diri.
Menanggapi polemik tersebut, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Transport Seluruh Indonesia (FSPTSI) - KSPSI, HM. Jusuf Rizal menilai pemerintah perlu menjelaskan dan mensosialisasikan bahwa sudah ada batalan yang disiapkan berupa program JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan) jika terjadi PHK atau Kehilangan Pekerjaan.
Baca Juga: Kemnaker Sebut JHT Bisa Dicairkan Sebagian Sebelum Usia 56 Tahun, Ini Caranya
“Tentu pemerintah memiliki dasar yang cukup untuk membuat kebijakan yang berpihak kepada kepentingan Pekerja dan Buruh sebagaimana UU yang telah mengaturnya, termasuk merevisi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022," kata Jusuf dalam keterangannya, Selasa (15/2).
Menurutnya, kesalahan pemerintah sehingga kebijakan itu jadi pro dan kontra karena tidak melakukan sosialisasi dengan baik terhadap program JKP akibat dampak tsunami Pendemi Covid-19 sebagai backup dampak PHK dan Kehilangan Pekerjaan.
Jika berdasarkan data yang diperoleh dari BPJS Ketenagakerjaan, klaim JHT mayoritas banyak dilakukan pekerja yang nilainya antara Rp 2 juta - Rp 3 juta. Berbeda dengan yang telah bekerja di atas 20 tahun lebih.
Oleh karena itu, Jusuf mengatakan tidak beralasan jika pekerja menolak pencairan saat masa pensiun 56 tahun agar nanti mampu menikmati hasil kerjanya saat purnakerja. Itu bentuk proteksi pemerintah untuk masa depan para pekerja.
JKP telah disiapkan pemerintah sebagai bantalan jika pekerja mengalami PHK. Nilainya justru lebih besar dari rata-rata klaim JHT. Pemerintah telah siapkan Rp 5 juta hingga enam bulan untuk peningkatan kompetensi para pekerja dan buruh.
“Jadi jika ada penolakan JHT hingga 56 Tahun masa pensiun dengan alasan untuk modal PHK atau kehilangan pekerjaan, justru tidak signifikan. Uang Rp 2 juta -Rp 3 juta mau pakai modal usaha apa hari saat ini,” tegas Jusuf.
Justru melalui program JKP sebagai backup bagi para pekerja PHK dan kehilangan pekerjaan menunjukkan komitmen pemerintah untuk memberi perlindungan dan jaminan kesejahteraan bagi masa purna para pekerja dan buruh.
Lewat program pelatihan, peningkatan kompetensi dan sertifikasi para pekerja dan buruh, diharapkan mampu meningkatkan kualitas para pekerja sesuai dengan perubahan, khususnya revolusi industri 4.0 yang dibutuhkan Pasar kerja.
Melalui program JKP sebagai bantalan kebijakan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 menunjukkan pemerintah hadir turut mengatur kesejahteraan para pekerja dan buruh agar masa purna kerja bisa sejahtera.
Baca Juga: Maaf, Ini Duit Pekerja
“Jadi menurut saya semestinya pemerintah mensosialisasikan secara masif JKP dan Permenaker 2 tahun 2022, agar ada pemahaman yang sama. Sebab saat ini yang dicerna masyarakat pekerja hanya informasi yang kurang utuh,” lanjutnya.
Jusuf Rizal juga menambahkan, bahwa pencairan JHT usia pensiun 56 tahun tidak sepenuhya benar, karena bagi mereka yang ingin menarik uang untuk kebutuhan rumah dll, juga bisa mencairkan hingga 30%.
“Masukan dari FSPTSI adalah bagaimana pemerintah mengajak masyarakat pekerja untuk duduk bersama guna memberi pemahaman yang utuh agar kebijakan tersebut tidak ditanggapi secara sinis dan curiga,” tutur Jusuf.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News