kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini Penjelasan Kepala BRIN Perihal Anggaran Riset Rp 272 miliar


Senin, 07 Februari 2022 / 19:43 WIB
Ini Penjelasan Kepala BRIN Perihal Anggaran Riset Rp 272 miliar
ILUSTRASI. Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menyapa awak media


Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Yudho Winarto

Selain itu terdapat anggaran yang dikelola oleh Deputi Bidang Infrastruktur Riset dan Inovasi yakni sebesar Rp 2,168 triliun. Anggaran ini diperuntukkan pembangunan dan perawatan infrastruktur untuk keperluan riset.

Penganggaran lainnya dikelola oleh Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi sebesar Rp 189 miliar. Anggaran ini diperuntukkan memberikan fasilitas kepada para periset untuk melakukan berbagai kegiatan risetnya dengan memanfaatkan fasilitas riset yang dimiliki BRIN.

“Anggaran ini dialokasikan untuk aneka hibah riset, seperti hari layar, ekspedisi, uji produk, akuisisi pengetahuan lokal, pusat kolaborasi riset, dan lainnya. Selain itu, ia menyebutkan, ada juga 650 miliar untuk hibah Prioritas Riset Nasional dan riset Covid-19. Semua hibah ini dibuka dengan sistem kompetisi terbuka untuk semua pihak termasuk kampus dan industri,” ungkapnya.

Baca Juga: Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah: Kasus Honorer BRIN Malapetaka Kemanusian

Handoko menambahkan, setidaknya ada Rp 250 miliar di Sekretariat Utama untuk anggaran operasional. Salah satunya biaya infrastruktur dasar, seperti membayar listrik, internet, berlanggan jurnal dan utilitas lainnya. Selain itu, terdapat alokasi Rp 2,25 triliun untuk belanja pegawai (gaji dan tunjangan) untuk seluruh civitas BRIN.

“Berbeda dengan sebelumnya, di mana setiap pusat dialokasikan anggaran yang kelihatannya besar, tetapi mereka harus menanggung semua hal di atas. Sehingga anggaran tersebar kecil-kecil, dan tidak memiliki daya belanja,” tandasnya.

Misalnya, ia menyebutkan, satu pusat mendapat alokasi Rp 50 miliar, tapi itu termasuk untuk belanja pegawai dan lain sebagainya. Sehingga mereka tidak mungkin beli alat yang harganya 35 miliar.

“Dengan sistem sekarang kami memiliki daya belanja yang tinggi, membeli alat untuk mendukung riset seharga Rp 150 miliar juga bisa,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×