kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45911,43   8,09   0.90%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah: Kasus Honorer BRIN Malapetaka Kemanusian


Selasa, 11 Januari 2022 / 16:39 WIB
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah: Kasus Honorer BRIN Malapetaka Kemanusian
ILUSTRASI. Seorang pegawai memasuki Kantor Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman di Jakarta, Senin (3/1/2022).


Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra mengungkapkan bahwa penciptaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang diintegrasikan untuk melikuidasi Lembaga Penelitian Non kementerian (LPNK), akan menjadi malapetaka bagi riset dan inovasi Indonesia.

Menurutnya hal ini akan mengakibatkan dekonstruksi kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) yang tercerai berai. Ia lebih setuju adanya BRIN ini menjadi lembaga koordinasi penelitian.

Menurutnya, apabila mengintegrasikan kementerian dan lembaga terkait kapasitasnya, BRIN tidak memadai untuk bisa menangani semuanya.

Selain itu, pandangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam melihat riset dan inovasi Indonesia juga dianggap salah oleh Azra, karena riset dan inovasi bukan seperti membangun infrastruktur yang langsung terlihat hasilnya.

Baca Juga: BRIN: Nasib Peneliti Tidak Akan Ada Masalah ke Depan

“Saya bilang Pak Jokowi itu keliru, karena kalau Rp 30 triliun dibangun untuk jalan tol terlihat, tetapi kalau untuk riset enggak jelas itu. Jadi itu salah, perspektif cara pandang untuk melihat riset dan inovasi dengan melihat infrastruktur ini tidak cocok,” katanya dalam diskusi virtual, Jumat (7/1).

Pemutusan hubungan kerja pegawai honorer dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) LPNK

Terkait pemutusan hubungan kerja untuk pegawai honorer dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN), di Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, PPNPN Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), ia menilai inovasi memerlukan ekosistem, sehingga apa yang bisa dilakukan apabila orang di dalamnya pergi.

“Riset dan inovasi apa yang bisa dilakukan kalau orangnya kocar-kacir, kalau riset dan inovasi memerlukan ekosistem, memerlukan arsitektur lingkungan yang sering digambarkan orang itu justru di lembaga Eijkman itu, ada saling menghormati, saling menghargai, persaudaraan, jadi tidak birokratis seperti di lembaga lain,” katanya.

Menurutnya, apabila hal ini dilanjutkan, maka akan menjadi malapetaka, dan jabatan pemerintah saat ini yang kurang dari 3 tahun lagi terlalu singkat untuk menata kembali lembaga penelitian di bawah BRIN. "Terlalu singkat," ungkapnya.

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menjelaskan bahwa hingga saat ini hanya ada dua LPNK yang ada pemutusan hubungan kerja bagi honorer dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN), yakni BATAN dan BPPT. “Kalau yang dari K/L hanya periset mereka yang dialihkan ke BRIN,” katanya.

Selain itu, Tri juga menjelaskan bahwa BRIN telah memberikan lima opsi sesuai status masing-masing kepada periset honorer atau PPNPN. Opsi pertama adalah periset menjadi PNS BRIN dan diangkat statusnya menjadi peneliti.

Kedua, periset honorer usia di atas 40 tahun dan sudah S3 mengikuti penerimaan ASN jalur Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) 2021. Ketiga, periset honorer dengan usia di bawah 40 tahun dan sudah S3 mengikuti penerimaan ASN melalui jalur PNS 2021.

Keempat, periset honorer non S3 melanjutkan studi dengan skema by-research dan research assistantship (RA). “Sebagian ada yang melanjutkan  sebagai operator lab di Cibinong, bagi yang tidak tertarik lanjut studi,” ungkapnya.

Terakhir, honorer periset diambil alih oleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sekaligus mengikuti rencana pengalihan gedung LBM Eijkman ke RSCM sesuai dengan permintaan Kementerian Kesehatan.

Baca Juga: BRIN Akan Kelola Rp 10,5 Triliun pada 2022, Tapi Baru Segini yang Dipastikan Ada

Menurutnya, khusus untuk opsi dua dan tiga itu sudah berjalan mulai Oktober 2021 dan sudah selesai diumumkan oleh BKN pada Desember 2021, dan semua yang mengikuti dari Eijkman tidak ada yang gugur.

“Untuk opsi nomor 4 juga sudah ada yang sejak Oktober masuk terdaftar sebagai mahasiswa S3 sehingga bisa mendapat skema by-research dan RA,” jelasnya.

Akan tetapi, Azra tetap menilai opsi yang diberikan oleh BRIN ini merupakan alternatif yang tidak mungkin dijalani oleh peneliti tersebut, karena prosesnya tidak mudah.

“Jadi ini yang saya sebut malapetaka kemanusiaan, sama sekali tidak manusiawi, mereka dipecat tanpa pesangon dan diberikan alternatif yang tidak mungkin dijalani oleh para peneliti itu. Misalnya disuruh S3 lagi, itu tidak mudah. Padahal lembaga penelitian itu kalau masih ada itu memerlukan orang dengan kualifikasi seperti itu tidak harus semua S3, tidak harus profesor doktor, yang SMA kita butuhkan juga,” imbuh Azra.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×