Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah sedang melakukan berbagai upaya setelah Uni Eropa (UE) mengeluarkan proposal besaran bea masuk imbalan sementara (BMIS) produk biodiesel Indonesia pada Juli 2019.
Saat ini proses penyelidikan antisubsidi terhadap produk biodiesel Indonesia oleh otoritas investigasi UE masih belum tuntas.
Direktur Pengamanan Perdagangan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kemendag, Pradnyawati mengatakan, proposal besaran bea masuk imbalan sementara yang dikeluarkan UE dengan margin 8%-18% masih membutuhkan tanggapan lebih lanjut dari pihak Indonesia.
"Proposal itu masih harus diolah dikembalikan kepada perusahaan kita untuk dikomentari, ditanggapi apakah benar seperti ini," ucap Pradnyawati, Jumat (26/7).
Saat ini perusahaan biodiesel Indonesia diberikan waktu tiga hari untuk menyampaikan tanggapan. Sementara Pemerintah juga akan menyampaikan tanggapan segera setelah dikeluarkannya dokumen preliminary determination secara resmi.
Kemendag mengatakan, proses penyelidikan belum berakhir dan besaran BMIS itu masih dapat berubah sampai dengan determinasi final pada bulan Januari 2020.
"Sebelum sampai 6 September, pemerintah dan perusahaan masih bisa menanggapi hal tersebut, masih bisa melakukan pembelaan, masih bisa menyampaikan bukti-bukti baru seperti itu sampai dengan keluarnya bea masuk sementara," ungkap dia.
Kemendag menilai terdapat kemungkinan bahwa metodologi yang digunakan dan perhitungan otoritas investigasi UE tidak benar dan mengabaikan ketentuan World Trade Organization (WTO) Agreement on Subsidy and Countervailing Measures (ASCM).
Bukan kali pertama UE menuduh Indonesia memberikan subsidi kepada pengusaha biodiesel. Pada tahun 2013, UE menuduh Indonesia memberikan subsidi kepada pengusaha biodiesel dimana tuduhannya tidak terbukti. "Tidak berhasil, mereka drop tuduhan mereka karena tidak ada bukti karena kita memberikan subsidi," ujar dia.
Hal serupa juga terjadi pada kasus sengketa Indonesia-UE untuk anti dumping Biodisel pada 2016 dimana berakhir dengan hampir keseluruhan klaim Indonesia dinyatakan benar oleh WTO karena metodologi yang digunakan oleh UE dalam kalkulasi dumping dan penentuan injury dinyatakan tidak sesuai dengan ketentuan WTO yang berlaku.
"Di WTO dari 6 klaim, kita dimenangkan 5 klaim oleh WTO, di pengadilan domestik UE semua klaim dimenangkan, perusahaan itu bahkan mendapatkan ganti rugi. Jadi bea masuk anti dumping yang sudah sempat dipungut selama 2 tahun dikembalikan," ucap dia.
Kemudian, saat ini UE kembali menuduh pemerintah memberikan subsidi kepada pengusaha biodisel. Kemdag menilai, upaya-upaya yang dilakukan UE untuk mencegah persaingan dagang dengan produk vegetable oil produksi UE.
"Sekarang UE mencoba lagi ini untuk masuk dengan tuduhan subsidi ini, tapi saya pikir itu masuk dalam grand strategy mereka yang sangat terstruktur, sistematis dan masif itu untuk mencegah persaingan dagang, karena mereka juga punya bahan bakar nabati vegetable oil juga yang bersaing dengan palm oil, jadi sebetulnya di belakang itu semua persaingan," jelas dia.
Disamping itu, Kemendag tidak menutup kemungkinan untuk memasarkan produk minyak sawit ke negara lain selain UE. Ia mengaku, saat ini tujuan utama produk minyak sawit Indonesia ke 3 wilayah yakni India, UE, dan Republik Rakyat Tiongkok.
"Jadi kita sudah mulai mempromosikan minyak sawit ke Tanzania, negara-negara Afrika, Asia Tengah seperti Kazakhstan, Uzbekiztan karena kita menganggap kalau mau masuk ke negara maju ya memang begitu hambatannya banyak sekali ganjalannya, jadi kita sudah berusaha mendiversifikasi tujuan ekspor untuk palm oil ini," tutur Pradnyawati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News