Reporter: Oginawa R Prayogo | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Ekonomi Indonesia dalam tiga tahun ke belakang tumbuh di atas 6%. Namun, guncangan perekonomian tahun 2013 diproyeksi akan mengubah tren pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Indonesia diproyeksikan akan menuju ekuilibrium baru.
Hal ini disampaikan oleh Eric Alexander Sugandhi, Ekonom Bank Standard Chartered saat saat Seminar Update Perekonomian di Hotel Shangrila, Selasa (10/9). Ia menjelaskan, tingginya angka impor dibanding ekspor, membuat Bank Indonesia (BI) mengambil keputusan menaikkan suku bunga acuan (BI Rate).
Kenaikan BI rate itu untuk mengerem pertumbuhan impor yang otomatis akan mengurangi pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Indonesia akan mendapat ekuilibrium baru. Pertumbuhan ekonomi di bawah 6%," jelas Eric
Eric juga menjelaskan, posisi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) juga akan mencapai ekuilibrium baru. Dari yang sebelumnya kurs rupiah ada di kisaran Rp 9.500 - Rp 10.000, saat ini menjadi Rp 11.500 - Rp 12.000.
Dia bilang posisi ekuilibrium ini akan bergerak dinamis dan dapat berubah sewaktu-waktu. Sementara itu, Fauzi Ichsan, Kepala Ekonom Bank Standard Chartered bilang, defisit neraca perbankan adalah masalah struktural.
Maka itu, dia memprediksi, sampai tahun depan, neraca perdagangan Indonesia akan tetap defisit. "Indonesia bisa surplus lagi paling antara 3 tahun-5 tahun ke depan," ujarnya.
Dia memprediksi, tahun 2013 nanti, defisit neraca perdagangan Indonesia bisa mencapai US$ 26 miliar. Kemudian tahun 2014, defisit perdagangan bisa mencapai US$ 20 miliar. Sebagai informasi saja, defisit neraca perdagangan Indonesia tahun 2012 tercatat sebesar US$ 24,4 miliar.
Fauzi bilang, tingginya permintaan kenaikan upah buruh dalam beberapa tahun ke belakang juga mempengaruhi tingginya impor Indonesia. "Upah buruh menyebabkan investor bergeser dari padat karya ke padat modal. Padat modal itu butuh banyak impor," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News