kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Ini klarifikasi Menaker soal cuti haid dan melahirkan di UU Cipta Kerja


Jumat, 09 Oktober 2020 / 09:49 WIB
Ini klarifikasi Menaker soal cuti haid dan melahirkan di UU Cipta Kerja
ILUSTRASI. Menaker mengklarifikasi isu bahwa UU Cipta Kerja menghilangkan hak cuti dan cuti melahirkan.


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beredar isu bahwa UU Cipta Kerja menghilangkan hak cuti dan cuti melahirkan. Menanggapi hal tersebut, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, membantahnya. Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menegaskan, bahwa waktu istirahat dan cuti itu tetap diatur seperti di UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 

"Memang tidak diatur di Undang-Undang Cipta Kerja. Artinya kalau tidak dihapus berarti undang-undang yang lama tetap eksis, namun undang-undang ini memerintahkan untuk pengaturan lebih detailnya di peraturan pemerintah (PP)," kata Ida dilansir dari Antara, Jumat (9/10/2020). 

Namun, dalam penjelasannya, Ida justru tak menjelaskan terkait apakah perusahaan masih harus diwajibkan membayar upah penuh selama cuti haid dan melahirkan. 

Skema no work no pay atau yang lebih dikenal unpaid leave selama ini jadi kekhawatiran para pekerja, khususnya pekerja perempuan, apakah diterapkan di UU Cipta Kerja atau sebaliknya tetap mengacu pada aturan lama di UU Ketenagakerjaan. 

Baca Juga: Menteri Jokowi ramai-ramai luruskan berita miring terkait UU Cipta Kerja

Ida menjelaskan, bahwa waktu kerja bagi pekerja tetap mengikuti ketentuan dari UU Ketenagakerjaan meliputi tujuh jam sehari dan 40 jam satu pekan untuk enam hari kerja dalam satu pekan. Selain itu tetap diatur juga ketentuan waktu kerja delapan jam sehari dan 40 jam satu pekan untuk lima hari kerja dalam satu pekan. 

Terkait lembur, ia memastikan waktu kerja tetap diatur maksimal empat jam dalam satu hari. Ida mengatakan bahwa UU yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (5/10/2020) itu juga mengakomodir pekerjaan yang sifat dan kondisinya tidak dapat mengikuti sepenuhnya ketentuan yang sebelumnya sudah tertuang di UU Nomor 13 Tahun 2003. 

Baca Juga: Menaker pastikan bantuan subsidi gaji tahap V telah disalurkan

"Misalnya sektor ekonomi digital yang waktu kerja sangat fleksibel. Kalau di UU sebelumnya tidak mampu mengakomodasi jenis pekerjaan baru, waktu pekerjaan yang fleksibel maka di UU ini jawabannya," tegas Ida. 


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×