kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ini kata pengamat soal dampak tarif minimum PPh perusahaan multinasional


Minggu, 18 Juli 2021 / 16:48 WIB
Ini kata pengamat soal dampak tarif minimum PPh perusahaan multinasional
ILUSTRASI. Petugas keamanan berjalan di dekat slogan bertuliskan 'Pajak Kuat Indonesia Maju' di sebuah Kantor Pelayanan Pajak, Jakarta, Rabu (14/7/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi

Yakni untuk mencegah penghasilan yang seharusnya diterima oleh negara lokasi induk perusahaan justru dilarikan ke negara lain karena tarif pajak efektif yang lebih rendah. Oleh karena itu, dibuat skema tarif efektif pajak minimum sebesar 15%. 

Kedua, subject to tax rule yang lebih melihat dari sisi negara sumber penghasilan. Hal ini untuk mencegah adanya suatu skema pembayaran kepada anggota grup perusahaan yang berada di negara lain.  Padahal, kenyataannya, negara lain tersebut justru tidak memajaki penghasilan dari pembayaran pajak atau memajaki di bawah tarif efektif.

Meski begitu, tarif yang disepakati dalam Pilar 2 sebetulnya lebih rendah dari tarif yang berlaku dalam aturan saat ini. Misalnya dari 71 yuridiksi yang telah menjalin perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty secara rata-rata sebesar 10%-15%.

Misalnya, Amerika Serikat (AS) 10%, China 10%. Kemudian, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura sebesar 10%-15%. Bahkan bagi beberapa negara, tarifnya lebih rendah lagi, seperti Belanda dan Hing Kong yang sama-sama 5%. 

Baca Juga: Ekonom CITA sebut konsensus perpajakan internasional banyak menguntungkan Indonesia

“Salah satunya karena adanya insentif pajak. Implikasinya, tarif pajak minimum tersebut justru bisa berdampak bagi negara berkembang karena kehilangan daya saingnya untuk menarik investasi,” kata Bawono kepada Kontan.co.id, Sabtu (17/7).

Untuk itu, Bawono berharap hal tersebut perlu menjadi pembahasan lebih lanjut dalam forum BEPS Inclusive Framework, mengingat Indonesia menjadi salah satu anggotanya.

Sebagai informasi 132 dari 139 negara atau yurisdiksi anggota OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS pada Oktober 2021 nanti akan membahas lanjut detail teknis dari Pilar 2 yang ada dalam kesepakatan tersebut. 

Kebijakan perpajakan internasional tersebut, rencananya akan ditandatangani di tahun 2022 dan diberlakukan secara efektif di tahun 2023.

Selanjutnya: Sistem pajak internasional disepakati, Indonesia akan dapat tambahan pendapatan pajak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×