kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.476.000   8.000   0,54%
  • USD/IDR 15.855   57,00   0,36%
  • IDX 7.134   -26,98   -0,38%
  • KOMPAS100 1.094   -0,62   -0,06%
  • LQ45 868   -3,96   -0,45%
  • ISSI 217   0,66   0,31%
  • IDX30 444   -2,90   -0,65%
  • IDXHIDIV20 536   -4,36   -0,81%
  • IDX80 126   -0,06   -0,05%
  • IDXV30 134   -2,14   -1,58%
  • IDXQ30 148   -1,23   -0,83%

Ini Kata Ekonom Soal Alasan Pemerintah Kerek PPN Jadi 12% pada Tahun 2025


Senin, 11 Maret 2024 / 18:38 WIB
Ini Kata Ekonom Soal Alasan Pemerintah Kerek PPN Jadi 12% pada Tahun 2025
ILUSTRASI. Petugas melayani wajib pajak pada kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Selasa (30/8/2022).?(KONTAN/Fransiskus Simbolon)


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2024 menjadi tahun terakhir pemerintah menggunakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11%. Pasalnya, pada tahun 2025 pemerintah akan menyesuaikan tarif PPN menjadi 12%. Penyesuaian tarif ini telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

"Tarif PPN yaitu sebesar 11% yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022, sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025," bunyi Pasal 7 ayat (1) UU HPP, dikutip Senin (3/11).

Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat menyebut, alasan pemerintah menyesuaikan tarif PPN menjadi 12% adalah lantaran PPN yang disetorkan ke kas negara menjadi salah satu sumber penerimaan negara yang dananya digunakan untuk membiayai negara, termasuk program-program baru yang tengah direncanakan.

Selain itu, PPN juga berfungsi untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah terutama dalam bidang sosial ekonomi, seperti untuk menekan importasi guna meningkatkan daya saing produk buatan Indonesia di pasar dalam negeri.

Baca Juga: Tarif PPN Naik di 2025, Daya Beli Masyarakat Bisa Terpukul

"Alasan lainnya, PPN ini juga sebagai instrumen untuk menjaga stabilitas penerimaan negara yang berfungsi menjaga stabilitas ekonomi seperti menekan inflasi dan lainnya," katanya.

Di sisi lain, kenaikan tarif PPN juga berpengaruh terhadap kenaikan tax ratio atau rasio pajak, walau bukan satu-satunya instrumen untuk mendongkrak tax ratio.

"Memang salah satu caranya bisa dilakukan dengan mengejar perbaikan berkaitan dengan konsumsi masyarakat yang mencakup pemungutan pajak atas penyerahan barang dan jasa," terang Ariawan.

Ariawan menerangkan, pajak konsumsi bisa berupa PPN, pungutan bea dan cukai atas produk tertentu, hingga bea masuk atas impor barang dan jasa. Dalam hal ini, ada banyak ruang yang harus dioptimalkan pemerintah untuk menggenjot penerimaan dari pajak konsumsi.

Diberitakan sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengantongi Rp 80,08 triliun ke kas negara hingga akhir Maret 2023 usai menaikkan tarif PPN menjadi 11% sejak April 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek)

[X]
×