kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ini hal yang terjadi jika Pemerintah tak keluarkan Perppu KPK


Selasa, 08 Oktober 2019 / 11:07 WIB
Ini hal yang terjadi jika Pemerintah tak keluarkan Perppu KPK
ILUSTRASI. Aksi teatrikal Pemakaman KPK


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Azis Husaini

Salah satu penilaian dalam menentukan IPK adalah sektor penegakan hukum. Sederhananya, bagaimana mungkin IPK Indonesia akan meningkat jika sektor penegakan hukum – khususnya tindak pidana korupsi – yang selama ini ditangani oleh KPK justru bermasalah dikarenakan UU nya telah dilakukan perubahan.

Keenam, iklim Investasi akan Terhambat. Padahal, seperti yang diketahui bahwa saat ini pemerintah sangat gencar menawarkan investasi luar negeri agar bisa membantu pembangunan berbagai proyek strategis di Indonesia.

Tentu hal utama yang menjadi landasan untuk menciptakan iklim investasi yang sehat adalah kepastian hukum. Jika KPK dilemahkan secara sistematis seperti ini, bagaimana mungkin Indonesia bisa memastikan para investor akan tertarik menanamkan modalnya disaat maraknya praktik korupsi.
Baca Juga: KPK menangkap Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara

Ketujuh, dinilai Mengabaikan Amanat Reformasi. Seperti diketahui, salah satu amanat reformasi pada tahun 1998 lalu adalah pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal ini termaktub dalam TAP MPR Nomor XI/MPR/1998, yang mana dalam Pasal 3 ayat (3) aturan a quo tegas menyebutkan bahwa upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dilakukan secara tegas dengan melaksanakan konsisten undang-undang tindak pidana korupsi. Menjadi mustahil mewujudkan hal tersebut jika kondisi saat ini menggambarkan adanya grand design dari DPR dan pemerintah untuk memperlemah lembaga anti korupsi Indonesia melalui revisi UU KPK.

Kedelapan, hilangnya kepercayaan masyarakat pada Pemerintah. Pada Pemilihan Umum tahun 2014 lalu pasangan Joko Widodo – Jusuf Kalla mengantongi 70 juta suara yang akhirnya mengantarkan kedua orang ini menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

Tak berhenti disitu, pada tahun 2019, Joko Widodo kembali meraup suara 85 juta suara, kali ini ia memastikan untuk menjadi Presiden dua periode sampai pada tahun 2024. Tentu para konstituennya tidak berharap adanya kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi.

Menjadi hal yang wajar jika para pemilih Joko Widodo mendasarkan pilihannya atas janji politik yang telah disampaikan dan berharap akan realisasi yang jelas. Namun, kondisi saat ini justru terbalik, narasi penguatan yang selama ini didengungkan oleh Presiden seakan luput dari kebijakan pemerintah.

Kesembilan, citra Indonesia akan buruk di Dunia Internasional. ICW bilang, United Convention Against Corruption (UNCAC) telah mengeluarkan sikap terkait dengan pelemahan KPK.

Baca Juga: Peneliti LIPI: Waktu paling tepat terbitkan Perppu KPK setelah pelantikan presiden

Lembaga ini menilai bahwa revisi UU KPK akan mengancam prinsip independensi KPK dan bertolak belakang dengan mandat dalam Pasal 6 jo Pasal 36 UNCAC yang menyebutkan bahwa mengharuskan setiap negara untuk memastikan keberadaan badan anti korupsi yang khusus dalam mencegah dan memberantas korupsi melalui penegakan hukum yang harus diberikan independensi yang diperlukan serta mampu menjalankan fungsinya secara efektif dan tanpa pengaruh dari hal-hal yang tidak semestinya.

Pernyataan itu dilansir pada tanggal 27 September lalu, setidaknya lebih dari 90 organisasi dunia menyoroti persoalan pelemahan KPK ini. Tentu ini akan berdampak buruk bagi citra pemerintah yang selama ini selalu menggaungkan tata kelola pemerintah yang bersih dari korupsi.

Selain itu KPK dikenal memiliki reputasi baik di tingkat internasional. Misalkan saja, pada tahun 2013 lalu KPK mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay Award oleh pemerintah Filipina. Lembaga anti rasuah ini dinilai sebagai lembaga independen dan berhasil dalam melakukan upaya pencegahan dan penindakan kejahatan korupsi. Atas dasar itu kebijakan pemerintah yang membiarkan pelemahan terhadap KPK dapat dipastikan akan mendapat kecaman dari negara lain yang juga mempunyai konsentrasi sama pada isu anti korupsi.

Kesepuluh, menghambat pencapaian program Pemerintah. Sebab, pada dasarnya kejahatan korupsi menyasar berbagai sektor strategis di Indonesia. Mulai dari pangan, infrastruktur, energi & sumber daya alam, pendidikan, pajak, kesehatan, dan berbagai sektor lainnya.

Dengan kondisi seperti ini harusnya pemerintah memikirkan tentang penguatan KPK, agar setiap penyelenggaraan program tersebut dapat diikuti dengan penindakan jika ada pihak-pihak yang ingin menyelewengkan dana yang pada akhirnya akan berakibat menghambat berbagai capaian penting.

Baca Juga: Bupati Lampung Utara kena OTT KPK, ini respon Mendagri Tjahjo

"Namun, kondisi saat ini justru bertolak belakang, KPK secara institusi dan kewenangan terlihat sedang dilemahkan oleh DPR dan pemerintah," tutur dia.

Berdasarkan survei Lembaga Survei Indonesia yang dilakukan terhadap 1.010 responden menyebutkan, Persepsi masyarakat terhadap revisi UU KPK mayoritas mengatakan akan melemahkan KPK (70,9 persen) dan ihwal penerbitan PerPPU Sebanyak 76 persen menghendaki Presiden segera mengeluarkan kebijakan tersebut agar UU KPK dikembalikan seperti sedia kala.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×