kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Ini efek bila debu vulkanik terhirup


Jumat, 14 Februari 2014 / 13:32 WIB
Ini efek bila debu vulkanik terhirup
ILUSTRASI. Petani?beraktivitas di sawahnya di Leuwiliang, Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/8). KONTAN/Baihaki/12/8/2021


Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Letusan gunung berapi mengandung berbagai materi di antaranya dalam bentuk debu dan abu. Debu berukuran lebih kecil dibanding abu, yaitu kurang dari 10 mikron. Kendati begitu debu dan abu memberikan risiko yang sama bila sampai terhirup.

Efek debu dan abu tidak hanya menimbulkan gangguan pernapasan, tapi juga iritasi mata dan kulit.

“Memang hanya abu berukuran kurang dari 10 mikron yang bisa menyebabkan gangguan pernapasan. Dan hanya yang berukuran kurang dari 5 mikron yang bisa masuk ke saluran pernapasan bawah. Namun tetap saja masyarakat harus waspada,” kata dokter ahli pernapasan dari RSUP Persahabatan, Agus Dwi Santoso.

Efek abu vulkanik yang sampai terhirup, kata Agus, terbagi atas akut dan kronik. Berikut penjelasannya

1. Efek akut

Efek akut terdiri atas iritasi saluran dan gangguan napas. Iritasi saluran napas dimulai dari hidung berlendir dan meler. Selanjutnya korban mengalami sakit tenggorokan yang kadang disertai batuk kering. Bila terus berlanjut korban akan mengalami batuk verdahak, sesak napas, hingga napas berbunyi (mengi).

Efek akut juga akan diderita masyarakat yang memang sudah memiliki gangguan pernafasan, misalnya asma, bronkitis, dan enfisema yang merupakan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Berikut penjelasannya

A. Asma

Menurut Agus, abu vulkanik adalah pencetus serangan asma. Debu halus menyebabkan lapisan saluran pernapasan menghasilkan lebih banyak sekresi dahak yang mengakibatkan batuk dan pernapasan lebih berat. Penderita asma, khususnya anak-anak, dapat menderita serangan batuk dan sesak dada. 

B. Bronkitis

Debu vulkanik dapat menyebabkan peradangan saluran napas bawah dan berkembang menjadi bronkitis akut. Serangan ini berlangsung selama selama beberapa hari dengan gejala batuk kering, produksi dahak berlebih, sesak napas dan napas berbunyi.

C. PPOK

Bagi yang sudah menderita PPOK pajanan abu vulkanik akan menyebabkan peningkatan gejala seperti sesak napas dan produksi dahak berlebih.

“Waspada juga pada risiko infeksi saluran napas akut (ISPA). ISPA diakibatkan iritasi saluran napas yang menyebabkan infeksi seperti tonsilitis, faringitis, dan bronchitis. Infeksi saluran napas ditandai demam/meriang, sakit tenggorokan dan dahak menjadi kental.

2. Efek kronik

Efek kronik disebabkan pajanan abu vulkanik dalam waktu lama yang mengakibatkan penurunan fungsi paru. Pajanan itu biasanya memerlukan waktu tahunan hingga mengakibatkan PPOK. 

Selain PPOK, pajanan abu juga mengakibatkan silikosis pada jaringan paru. Silikosis merupakan penyakit karena penumpukan silika, yang merupakan kandungan dalam abu vulkanik, dalam jaringan paru hingga menyebabkan gangguan pernapasan.

Tentunya, kedua efek tersebut tentu bisa dihindari. “Gunakanlah masker atau minimal kain untuk menutup mulut dan hidung, supaya tidak menghirup debu dan abu vulkanik. Masker ini harus digunakan terutama pada populasi berisiko seperti yang sudah mengalami sakit paru, anak-anak, dan orangtua,” kata Agus. (Rosmha Widiyani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×