Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan menjalankan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) guna merespon dampak pelemahan ekonomi yang berlanjut hingga saat ini karena pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19).
Berdasarkan draf Rapat Kerja (Raker) tertutup dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) yang dihimpun Kontan.co.id, pemerintah mematok anggaran PEN sebesar Rp 318,09 triliun. Angka tersebut dialokasikan untuk sembilan langkah pemulihan ekonomi nasional.
Baca Juga: Tersengat tensi AS-China, rupiah berpotensi melanjutkan pelemahan esok
Menanggapi hal ini, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listyanto memberikan beberapa catatan terkait program tersebut. Pertama, secara anggaran dengan mempertimbangkan berbagai keterbatasan pemerintah Eko menilai anggaran ini sudah cukup besar. "Pasalnya, kalau ingin dituruti semua ya pasti tidak akan pernah cukup," ujar Eko kepada Kontan.co.id, Selasa (12/5).
Kedua, melihat besarnya anggaran tersebut maka aspek transparansi, tata kelola yang baik, mekanisme yang jelas, serta eksekusi yang tepat harus benar-benar dipegang teguh oleh pemerintah. Eko menekankan, amanat untuk menghindari moral hazard harus dikedepankan agar tidak terkesan asal dalam melakukan eksekusi.
Ketiga, dari sisi alokasi berbagai bentuk dukungan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sepertinya bukan hanya karena dampak Covid-19, tetapi memang beberapa BUMN yang masuk dalam program PEN ini sudah mengalami persoalan keuangan sebelumnya.
"Nah di sini anggaran yang besar harus dibarengi pengawasan yang memadai. Jangan lupa BUMN selama ini merugi juga karena pengelolaan yg tidak prudent dan tidak menerapkan good corporate governance. Jadi, kalau pengawasan BUMN tidak dibenahi, maka alokasi yang besar ini belum tentu optimal," paparnya.
Baca Juga: Calon kuat bank jangkar cuma Himbara dan BCA?
Keempat, dukungan untuk sektor paling terdampak seperti sektor pariwisata dirasa sudah cukup bagus. Namun, jika mekanismenya anggaran senilai Rp 25 triliun akan dilakukan melalui aplikasi online, maka harus dipastikan dulu secara tata kelola juga baik.
Meski demikian, Eko mengimbau agar stimulus di sektor pariwisata dapat ditunda sampai situasi kembali normal. Senada dengan Eko, Peneliti INDEF Riza Annisa Pujarama menilai alokasi anggaran awal untuk program PEN ini sudah cukup untuk kemudian dilakukan evaluasi kembali.
Riza melanjutkan, beberapa dukungan stimulus untuk usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) memang sudah cukup baik. Sama halnya dengan dukungan untuk BUMN, karena saat ini BUMN kondisinya tidak begitu baik, terutama yang bergerak di sektor transportasi termasuk BUMN penugasan dan BUMN karya.
"Hal yang menarik adalah stimulus pariwisata. Saya tidak tahu stimulus ini akan dikucurkan kapan, karena ini akan dapat efektif pada sektor pariwisata hanya jika penyebaran Covid-19 di Indonesia sudah dapat ditekan. Saya rasa secara rasional orang-orang akan menghindari berwisata meski diberi diskon," kata Riza.
Baca Juga: Yield tinggi menjadi alasan ramainya lelang SUN hari ini
Menurutnya, apabila stimulus di sektor pariwisata dilakukan untuk menarik wisatawan dan dilakukan dalam waktu dekat, maka akan lebih baik apabila dialihkan.
Pasalnya, selain dirasa tidak akan efektif, stimulus ini juga tidak sejalan dengan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dilakukan untuk menekan penyebaran Covid-19. Stimulus pariwisata seperti itu, akan lebih efektif dilakukan jika wabah sudah selesai dan masuk tahap pemulihan.
"Untuk beberapa hal memang perlu dilakukan tahun ini, terutama untuk menyelamatkan UMKM. Apalagi perekonomian domestik ditopang oleh UMKM, untuk sektor lain yang share terhadap produk domestik bruto (PDB)-nya besar mungkin bisa lebih diutamakan. Ini lebih ke masalah prioritas sebenarnya," ungkap Riza.
Riza menyarankan, sebaiknya stimulus untuk sektor pariwisata bisa ditunda dulu, serta perlu ada evaluasi bagaimana dampaknya. Terlebih, saat ini virus Covid-19 dapat bermutasi dan risiko gelombang kedua Covid-19 masih membayangi karena vaksin juga masih dalam penelitian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News