Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Melonjaknya harga komoditas cabai rawit di beberapa daerah belakangan ini, menimbulkan keresahan dan kekhawatiran bagi masyarakat. Terkait hal itu, pemerintah juga tidak tinggal diam.
Tahun ini, misalnya, pemerintah menganggarkan dana APBN untuk sektor cabai sebesar Rp 450 miliar. Nilai ini meningkat sekitar Rp 80 miliar dari anggaran tahun lalu.
Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Kementerian Pertanian (Kemtan), Spudnik Sujono menjelaskan bahwa anggaran tesebut akan dialokasikan untuk pengembangan lahan dan pasokan 10 juta bibit tanaman cabai.
“Terdapat sekitar 15.000 hektar (ha) lahan yang akan dikembangkan. Masing-masing lahan dananya sekitar Rp 30 juta per hektar. Khusus daerah Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan akan kami kembangkan. Sedangkan lahan di pulau Jawa akan terus diperkuat,” ungkap Spudnik.
Menurutnya, tujuan utama dari pengembangan lahan tersebut adalah agar tiap pulau bisa memenuhi pasokan cabainya secara mandiri, sehingga tidak perlu menunggu produksi dari Jawa.
Adapun perincian alokasi dana APBN sektor cabai antara lain: Sulawesi sebesar 8%, Kalimantan 4%, Sumatera 39%, dan Bali-Nusa Tenggara sekitar 8%. Sedangkan alokasi APBN 2017 untuk pengembangan cabai rawit antarpulau, Maluku sebesar 5%, Papua 4%, Bali-Nusa Tenggara 15%, Sulawesi 24%, Kalimantan 17%, dan Jawa 36%.
Menanggapi soal melonjaknya harga cabai rawit, Spudnik mengungkapkan bahwa masyarakat dapat mengganti konsumsi cabai rawit dengan jenis cabai lain seperti cabai keriting atau cabai merah besar.
“Saran saya diganti pakai cabai keriting, tingkat kepedasannya memang beda. Cabai keriting di petani masih Rp 10.000 – Rp 22.000 per kg. Nah, cabai rawitnya tidak usah beli banyak-banyak,” tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News