Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Sosiolog Ignas Kleden menilai ada motif tertentu dibalik pernyataan calon presiden Prabowo Subianto yang menyebut pemilu di Indonesia layaknya di negara totaliter, fasis, komunis dan lebih buruk dari Korea Utara.
Ignas meyakini, pernyataan itu adalah sebuah cara untuk mendapatkan dukungan lebih dari para pendukung dan simpatisannya.
"Saya rasa dia paham demokrasi, tapi pernyataan itu bisa dilontarkan untuk menciptakan efek politik. Dia ingin membentuk opini kalau dia sudah diperlakukan tidak fair dan meminta simpatisannya untuk berjuang agar hal ini diluruskan," kata Ignas di Jakarta, Kamis (7/6/2014) petang.
Ignas menyayangkan sikap Prabowo yang bisa membuat suasana kembali memanas itu. Menurut dia, jika ingin menang dalam pilpres, tidak ada jalan lain bagi Prabowo kecuali melalui Mahkamah Konstitusi.
"Kalau mau merubah keputusan KPU cuma bisa di MK, tidak bisa dengan demonstrasi. Itu adalah cara yang tidak sesuai dengan masalah," ujarnya.
Ignas berharap nantinya Prabowo akan menerima keputusan yang diambil oleh MK dan tidak lagi melakukan cara-cara lain bila permohonannya ditolak. Pasalnya, putusan MK final dan mengikat, tidak bisa diganggu gugat.
Sebelumnya, Prabowo merasa tersakiti dengan proses Pemilu Presiden 2014. Prabowo menuding adanya praktik penyimpangan, ketidakjujuran, dan ketidakadilan yang dilakukan penyelenggara pemilu. Hal ini disampaikannya dalam sidang perdana di MK, Rabu. Prabowo menyatakan bahwa dirinya tidak mendapat suara sama sekali di ratusan tempat pemungutan suara (TPS) pada 9 Juli lalu.
Di sisi lain, Prabowo mengungkapkan pasangan lain memperoleh suara 100%. Awalnya, Prabowo menyebut hal seperti itu hanya terjadi di negara totaliter di Korea Utara. Namun, belakangan dia meralatnya.
"Saya ralat, di Korea Utara pun tidak terjadi, mereka bikin 99%. Di kita, ada yang 100%. Ini luar biasa, hanya terjadi di negara totaliter, fasis, dan komunis," katanya.(Ihsanuddin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News