kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ini alasan Ditjen Pajak mencabut insentif cukai di zona perdagangan bebas


Rabu, 22 Mei 2019 / 15:19 WIB
Ini alasan Ditjen Pajak mencabut insentif cukai di zona perdagangan bebas


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah telah memutuskan untuk menghapus kebijakan pembebasan cukai di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) alias Free Trade Zone (FTZ) atau Zona Perdagangan Bebas.

Hal itu ditandai dengan diterbitkannya Nota Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) nomor ND-466/BC.04/2019 tanggal 14 Mei 2019 perihal Penghentian Pelayanan Dokumen CK-FTZ. Pembebasan cukai di FTZ resmi dicabut per 17 Mei 2019 lalu.

Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan, salah satu alasan pemerintah menarik insentif cukai dari FTZ ialah besarnya kuota barang kena cukai, terutama rokok, yang ada di kawasan bebas dagang Indonesia.

Mengutip data kajian KPK, Nirwala menyebut, terjadi anomali konsumsi rokok di kawasan FTZ. Sebut saja Tanjung Pinang yang merupakan salah satu FTZ yang sampai saat ini belum berkembang industri di dalamnya.

Dengan jumlah penduduk berkisar 7.000 orang, total rata-rata konsumsi rokok per hari mencapai 1.180 batang dengan tingkat prevalensi sebesar 36%. "Sementara total rata-rata konsumsi rokok nasional per harinya hanya 12 dan total prevalensi nasional hanya 26,72%. Ini kan aneh," kata Nirwala, Selasa (22/5).

Secara total, kuota rokok di seluruh FTZ mencapai 2,5 miliar batang dan setara dengan Rp 945 miliar. Menurut data penindakan, sebanyak 52% rokok yang beredar di sekitar wilayah FTZ merupakan rokok ilegal yang berasal dr FTZ tersebut alias produk rembesan.

Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk tidak lagi pelayanan penerbitan dokumen CK-FTZ per tanggal 17 Mei lalu. CK-FTZ merupakan surat pemberitahuan dari kantor produsen untuk mengirim produk ke dalam FTZ. Dengan tidak lagi terbitnya dokumen ini, seluruh BKC yang masuk ke dalam FTZ wajib dilekatkan pita cukai selayaknya aturan nasional, kata Nirwala.

"Yang sudah terlanjur beredar, ya sudah habiskan saja tidak akan ditarik. Slot yang sudah dicap khusus FTZ tapi belum beredar, tetap bisa dipakai asal dilekati pita cukai juga nanti," lanjutnya.

Sementara untuk minuman beralkohol, Nirwala mengatakan, pencabutan insentif cukai ini salah satunya juga bertujuan mencegah masuknya minuman beralkohol asal Eropa lewat kawasan Batam. Pasalnya, Indonesia akan berhenti mengimpor minuman beralkohol dari Eropa sebagai bentuk retaliasi diskriminasi sawit Uni Eropa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×