kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Timbulkan banyak masalah, penghapusan pembebasan cukai di kawasan FTZ dinilai tepat


Selasa, 21 Mei 2019 / 21:15 WIB
Timbulkan banyak masalah, penghapusan pembebasan cukai di kawasan FTZ dinilai tepat


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah telah memutuskan untuk menghapus kebijakan pembebasan cukai di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) alias Free Trade Zone (FTZ) atau Zona Perdagangan Bebas.

Hal itu ditandai dengan diterbitkannya Nota Dinas Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemkeu) nomor ND-466/BC.04/2019 tanggal 14 Mei 2019 perihal Penghentian Pelayanan Dokumen CK-FTZ. Pembebasan cukai di FTZ resmi dicabut per 17 Mei 2019 lalu.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, keputusan pemerintah ini tepat lantaran pembebasan cukai di FTZ selama ini menurutnya lebih banyak menimbulkan persoalan.

Pertama, insentif pembebasan cukai di FTZ selama ini lebih banyak mendorong konsumsi setimbang investasi di kawasan tersebut. "Padahal tujuan utama pemberian insentif fiskal di FTZ, termasuk salah satunya cukai selama ini, agar terjadi akselerasi kinerja investasi sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional. Terutama mendorong investasi yang beorientasi ekspor," terang Enny dalam Diskusi Publik INDEF, Selasa (21/5).

Kedua, perbedaan perumusan kuota barang kena cukai (BKC) mendorong kebocoran BKC yang bebas cukai ke luar wilayah FTZ. Indikasi yang sama juga dinyatakan oleh KPK yaitu tidak adanya kontrol terhadap kuota BKC dan adanya penyalahgunaan insentif pembebasan cukai di FTZ.

Indef menilai, hal ini terjadi lantaran perumusan kuota tidak berlandaskan pada rumus yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, tetapi melalui masing-masing Badan Pengusahaan (BP) Kawasan sehingga menyebabkan over-estimasi.

"Sementara, konsep FTZ di Indonesia kecuali Batam menggunakan pola enclave sehingga memungkinkan kebocoran BKC dikonsumsi oleh penduduk di luar kawasan FTZ dalam satu pulau tersebut," kata Enny.

Terakhir, Indef menganalisis terdapat potensi penerimaan negara dari cukai yang cukup besar yang hilang akibat berlakunya kebijakan pembebasan cukai di FTZ selama ini.
Oleh karena itu, Indef setuju pemerintah menghapus kebijakan pembebasan cukai di FTZ lantaran tidak sesuai dengan tujuan utamanya.

"Toh, cukai sendiri esensinya bukan instrumen insentif fiskal tapi instrumen untuk mengendalikan konsumsi karena memiliki dampak eksternalitas yang negatif. Jadi, insentif fiskal di FTZ memang semestinya tidak termasuk cukai," tandas Enny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×