kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini alasan BI yakin pergerakan rupiah makin stabil


Senin, 25 Januari 2016 / 19:23 WIB
Ini alasan BI yakin pergerakan rupiah makin stabil


Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memperkirakan, kurs rupiah akan relatif stabil dan akan menguat di semester II-2016 mendatang. Hal ini sejalan dengan membaiknya fundamental kondisi perekonomian di dalam negeri dan minimnya risiko eksternal.

Perry Warjiyo, Deputi Gubernur BI mengatakan, fundamental ekonomi domestik tahun ini relatif positif, bahkan jauh lebih baik dibanding tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi ada di kisaran 5,2%, inflasi sekitar 4,3% dan defisit neraca berjalan sekitar 2,5%.

"Tergantung penilaian dari faktor eksternal saja," ujarnya, Senin (25/1). Bank sentral Amerika Serikat The Fed memberi indikasi akan ada penurunan suku bunga lanjutan sebesar 1% tahun ini.

Namun, pasar menilai, penurunan The Fed hanya akan berkisar 0,5% saja, yakni di Maret dan Juni 2016. Hal ini menandakan, tekanan terhadap rupiah minim.

Namun, risiko masih ada dari melambatnya pertumbuhan ekonomi China dan melemahnya nilai tukar yuan, serta anjloknya harga minyak dunia. Otoritas China, lanjut Perry, tetap akan melakukan stabilisasi di pasar uang dan tidak akan membiarkan yuan terdpresiasi.

Sehingga, ia memperkirakan rupiah akan relatif stabil di kuartal satu dan kuartal dua kendati ada perkirakaan kenaikan lanjutan suku bunga The Fed. Selanjutnya, di kuartal tiga dan kuartal empat akan menguat seiring membaiknya ekonomi domestik dan eksternal.

Perry mengaku tidak mengkhawatirkan merostonya harga minyak. Pasalnya, dampak penurunan harga minyak justru berdampak positif terhadap ekonomi dalam negeri. Setidaknya, dari sisi neraca pembayaran, nilai impor minyak akan menyusut. Setiap ada penurunan harga minyak sebesar US$ 1 bisa berhemat Rp 200.000.

Dari sisi fiskal, penurunan harga komoditas tentu akan memukul ekspor, tetapi pengeluaran untuk impor minyak juga turun. "Sejak dulu, pengaruh harga minyak tidak terlalu siginfikan terhadap perekonomian," jelas Perry.

Terlebih, saat ini kebjiakan subsidi telah dicabut, sehingga akan ada peluang kembali bahan bakar minyak (BBM) akan kembali diturunkan. Oleh karena itu penurunan harga minyak dampaknya lebih positif, terutama terhadap inflasi.

Jika kondisi perekonomian sesuai estimasi, BI memiliki ruang untuk melakukan pelonggaran moneter kembali.

"(Pelonggaran moneter) bisa menurunkan suku bunga dan likuiditas, kebjiakan ini dilakuan dalam rangka stabilisasi," tutur Perry.

Namun, hal itu akan dilakukan setelah melakukan penelaahan secara menyeluruh, baik dari perekonomian domestik maupun global. Yang jelas, saat ini kondisi membaik karena pemerintah dan BI telah melakukan sejumlah kebjiakan yang bisa merangsang ekonomi tumbuh lebih tinggi.

Pertama, adanya reformasi struktural, stimulus fiskal, kebjiakan makroprudensial, serta pelonggaran moneter.

Aldian Taloputra, Ekonom Senior Standard Chartered Bank berpendapat, BI memiliki ruang untuk kembali menrunkan suku bunga di Februari ini sebesar 025%.

Setelah itu, BI akan melihat kondisi lebih lanjut, baik dari domestik maupun global. Di kuartal II-2016, BI diperkirakan akan kembali melanjutkan pelonggaran moneter dengan memangkas suku bunga hingga ke level 6,75%.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×