Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Indonesia menjadi salah satu negara berkembang yang saat ini memiliki permasalahan fundamental ekonomi. Bank Indonesia (BI) melihat ada empat sumber kerentanan yang menjadi masalah dalam sistem keuangan Indonesia.
Empat kerentanan itu, pertama, defisit transaksi berjalan. Kedua, external debt (utang luar negeri). Menurut Gubernur BI Agus Martowardojo, selama 10 triwulan Indonesia selalu mengalami defisit transaksi berjalan. Selain defisit transaksi berjalan, ketergantungan pada utang luar negeri yang tinggi juga perlu diwaspadai.
BI tidak ingin krisis yang terjadi pada tahun 1997 dan 1998 terjadi lagi. "ULN tidak apa-apa tapi harus dilakukan secara sehat," ujarnya, Kamis (30/10).
Ketiga, tingginya inflasi. Menurut Agus, negara tetangga Filipina bisa selama 12 tahun menjaga inflasi di bawah 5%. Namun mengapa di Indonesia tidak bisa terjadi.
BI melihat tekanan pada inflasi terjadi apabila ada penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM). Agus menjelaskan, seandainya pemerintah bisa membuat fixed subsidi atau subsidi tetap maka pengelolaan inflasi akan bisa lebih baik. "Syukur-syukur alokasi anggaran subsidi itu bisa dikonversi ke subsidi langsung yang membutuhkan," terangnya.
Keempat, defisit keseimbangan primer pada fiskal. Mantan Menteri Keuangan ini menuturkan, Indonesia mempunyai aturan keuangan negara bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak bisa melebihi 3% dari PDB. Defisit anggaran Indonesia selama dua tahun terakhir meningkat di atas 2%. Keseimbangan primer Indonesia negatif. Ini berarti Indonesia sudah mulai membayar pinjaman dengan mengambil pinjaman baru.
Keempat sumber kerentanan Indonesia tersebut tentu harus diperbaiki. Hal ini sangat erat terkait dengan rencana kenaikan suku bunga Amerika yang sudah dapat dipastikan akan terjadi. Apabila suku bunga negeri Paman Sam tersebut naik, maka arus modal Indonesia bisa keluar. "Negara yang fundamentalnya lemah akan cenderung ditinggalkan," pungkas Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News