Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menghentikan impor limbah non-bahan berbahaya dan beracun (B3) plastik alias sampah plastik mulai 2025. Ini alasan pemerintah merilis kebijakan tersebut.
Direktur Pengelolaan Limbah B3 dan No-B3 Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Achmad Gunawan mengatakan, impor limbah non-B3 plastik atau skrap plastik ke Indonesia selama ini mengacu Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Dan, selama itu pula, yang pemerintah izinkan adalah impor limbah non-B3 plastik yang dibutuhkan oleh industri daur ulang plastik sebagai bahan baku daur ulang, untuk memenuhi kekurangan bahan baku yang tersedia di dalam negeri.
Syaratnya, bukan berasal dari landfill, bukan sampah, harus bersih, tersortir, homogen (tidak bercampur dengan limbah lainnya), dan tidak terkontaminasi limbah B3.
Dalam pelaksanaannya, impor limbah non-B3 termasuk skrap plastik memerlukan rekomendasi dari KLH dan Kementerian Perindustrian yang menjadi dasar penerbitan persetujuan impor oleh Kementerian Perdagangan.
Baca Juga: Tidak Ada Lagi Impor Sampah Plastik
"Setelah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan impor limbah non B3 plastik, pemerintah melalui KLH telah mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan impor limbah non-B3 plastis pada tahun 2025," kepada Gunawan KONTAN secara tertulis Jumat (15/11) pekan lalu.
Dan, saat ini, lewat surat Menteri LH kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Pangan, dan Kementerian Perdagangan, Nomor. 4/MENLH/BPLH/PLB3/PLB.5.1/B/11/2024 tanggal 5 November 2024, KLH meminta agar mempertimbangkan upaya penghentian impor plastik daur ulang.
Menurut Gunawan, ada empat pertimbangan terkait penghentian impor sampah plastik:
Pertama, selama ini impor skrap plastik yang importir produsen lakukan lebih banyak menghasilkan produk antara, yang selanjutnya diekspor kembali ke luar negeri.
"Sehingga, Indonesia hanya menjadi tempat pencucian limbah yang akhirnya menambah beban pencemaran lingkungan (limbah padat/residu, air limbah dan emisi) serta menjadikan Indonesia sebagai tempat pembuangan limbah," ungkapnya.
Kedua, jenis limbah non-B3 plastik yang diimpor juga terdapat di Indonesia. Selain itu, jumlah yang diimpor juga hanya 261.000 ton atau 2,77% dari kebutuhan bahan baku industri plastik.
Baca Juga: ADUPI Dukung Kebijakan Pemerintah Hentikan Impor Sampah Plastik
Sehingga, Gunawan bilang, apabila plastik bekas dalam negeri dioptimalkan, bisa memenuhi bahan baku industri plastik dalam negeri.
Ketiga, impurities yang disepakati melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri LHK, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian dan Kapolri Nomor S.235/MENLHK/PSLB3/PLB.3/5/2020 maksimal 2%.
Artinya, dari limbah non-B3 plastik yang diimpor sebanyak 261.000 ton terdapat 5.220 ton per tahun residu yang tidak bisa dimanfaatkan.
"Dan, berdasarkan pemantauan langsung KLH, sebagian besar residu tersebut tidak dikelola dengan baik, sehingga terjadi timbulan residu yang cukup signifikan di TPA (tempat pembuangan akhir) yang dapat berpotensi mencemari lingkungan," ungkap Gunawan.
Keempat, dengan melakukan importasi plastik bekas, bisa menghambat optimalisasi pemanfaatan plastik bekas dalam negeri.
Pada 2023, Gunawan membeberkan, terdapat 10,8 juta ton potensi plastik bekas di dalam negeri, yang sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk menggantikan importasi limbah non-B3 plastik sebagai bahan baku industri plastik.
Selanjutnya: Produksi TBS dan CPO Austindo Nusantara Jaya (ANJT) Menurun
Menarik Dibaca: Harga Emas Pegadaian 18 November Antam dan UBS Kompak Tak Bergerak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News