Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki akhir tahun 2021, berarti semakin dekat dengan berlakunya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Rencananya, pemerintah akan mengimplementasikan UU HPP ini pada tahun 2022.
Salah satu yang sangat dekat dengan masyarakat dalam UU HPP ini adalah terkait ketentuan Pajak Penghasilan (PPh).
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, perubahan kebijakan terkait PPh ini menunjukkan bahwa pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berpihak pada kelompok menengah ke bawah.
“Ini jelas sekali. Kami sadar bahwa banyak orang Indonesia yang ekstrem kaya jadi kami menambah bracket paling atas dalam tarif PPh orang pribadi (OP) dan bahkan menetapkan pajak atas natura,” ujar Sri Mulyani, Jumat (17/12) dalam sosialisasi UU HPP di Bandung, Jawa Barat.
Baca Juga: World Bank Menilai Implementasi UU HPP Dapat Tingkatkan Tax Ratio Hingga 2025
Sri Mulyani kemudian memerinci terkait hal ini. Pertama, dalam tarif PPh OP ditetapkan ada perubahan tarif dan bracket untuk melindungi masyarakat menengah bawah, sekaligus memberi kesempatan berkontribusi lebih kepada masyarakat berpenghasilan tinggi.
Bila membandingkan dengan UU PPh yang berlaku saat ini, terdapat 4 bracket penghasilan setahun, yaitu penghasilan hingga Rp 50 juta per tahun dikenakan tarif 5%, penghasilan di antara Rp 50 juta hingga Rp 250 juta dengan tarif 15%, penghasilan Rp 250 juta hingga Rp 500 juta tarif 25%, serta di atas Rp 500 juta dengan tarif 30%.
Sedangkan dalam UU HPP yang baru, Sri Mulyani mengubah bracket paling bawah yaitu mereka dengan penghasilan Rp 60 juta setahun baru dikenakan PPh dengan tarif 5%.
Kemudian yang diubah lainnya adalah mereka yang berpenghasilan Rp 500 juta hingga Rp 5 milair per tahun akan dikenakan tarif 30%, dan mereka yang berpenghasilan Rp 5 miliar dikenakan tarif 35%.
Namun, pemerintah juga tetap menetapkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar Rp 54 juta per tahun untuk lajang, dan tambahan PTKP Rp 45 juta per tahun diberikan pada Wajib Pajak (WP) yang kawin dan tambahan Rp 4,5 juta untuk anak maksimal 3 orang.
Kedua, sehubungan dengan keberpihakan terhadap masyarakat kecil, pemerintah juga berencana menetapkan pajak atas fasilitas (natura) yang diberikan oleh pemberi kerja.
Meski begitu, bendahara negara kemudian menekankan bahwa fasilitas yang akan dikenakan pajak ini adalah fasilitas mewah dan berharga fantastis.
“Misal ada CEO diberi fasilitas mobil dinas berupa private jet. Ini yang akan kami kenakan pajak,” tegasnya.
Baca Juga: Mengenal Pajak Karbon dan Manfaatnya
Dalam kata lain, natura tertentu yang bukan penghasilan bagi penerima seperti penyediaan makan/minum bagi seluruh pegawai, alat keselamatan kerja taua seragam, laptop, maupun ponsel, tidak dikenakan pajak natura.
Ketiga, ketentuan pajak pengusaha pribadi tingkat omzet kecil atau dalam artian fasilitas pajak untuk Usaha Mikro, Kecil Menengah (UMKM). Dalam hal ini, pemerintah tidak mengenakan PPh untuk mereka sampai Rp 500 juta.
“Ini untuk pengusaha kecil. Malah bisa dibilang mayoritas tidak usah bayar karena omzet di bahwa Rp 500 juta. Kalau pun di atas Rp 500 juta, yang mereka bayarkan adalah omzet dikurangi Rp 500 juta dan baru dikali 0,5%,” tambahnya.
Keempat, tarif PPh Badan yang ditetapkan 22%. Ia mengaku, pemerintah tadinya sempat menetapkan tarif PPh badan di tahun depan sebesar 20%, tetapi dengan pertimbangan negara-negara sebaya, makanya tarif PPh Badan kini tetap 22%.
Negara-negara sebaya yang dimaksud oleh Sri Mulyani adalah negara-negara OECD yang rata-rata tarif PPh Badan di 22,81% dan negara-negara ASEAN sebesar 22,17%.
Meski begitu, ia bilang tarif PPh Badan ini bila dibandingkan dengan rata-rata tarif PPh Badan di negara-negara G20 yang sebesar 24,17%, relatif masih lebih rendah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News