Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Tren inflasi yang rendah, sepertinya akan berlanjut hingga Mei 2016. Namun demikian, rendahnya inflasi yang rendah di dua bulan pada kuartal kedua tahun ini perlu diwaspadai.
Hasil survei pemantauan harga pekan ketiga Mei 2016 oleh Bank Indonesia (BI) menunjukkan inflasi bulanan sebesar 0,19% dan inflasi tahunan 3,3%. Meski tercatat inflasi, angka tersebut tergolong rendah dibandingkan dengan tren inflasi menjelang puasa pada lima tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) lima tahun ke belakang, rata-rata laju inflasi menjelang puasa berada di atas 0,5%. Inflasi Juni 2015 0,54%, inflasi Juni 2014 0,43%, inflasi Juni 2013 1,03%, inflasi Juli 2012 0,7%, dan inflasi Juli 2011 0,67%.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, rendahnya inflasi tersebut lantaran tekanan harga untuk komoditas hortikultura seperti cabai, mulai mengalami penurunan. Di sisi lain, harga daging ayam menjelang puasa perlu diperhatikan.
Ekonom menilai inflasi pada bulan kedua kuartal kedua tahun ini perlu diwaspadai. Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan mengatakan, rendahnya inflasi tersebut merupakan cerminan dari perlambatan ekonom yang masih terjadi pada tahun ini dan bukan dampak dari kebijakan BI.
"Sudah beberapa waktu ini harusnya begitu (inflasi rendah). Harusnya malah lebih rendah lagi itu inflasi dengan kondisi pertumbuhan ini" kata Anton, Senin (30/5).
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengatakan, rendahnya inflasi tersebut merupakan kombinasi dari pergeseran musim panen beras ke bulan April dan Mei, isu pembukaan kran impor oleh pemerintah, dan permintaan konsumen yang melemah.
Melemahnya permintaan tersebut tercermin dari penjualan yang melambat, yaitu penjualan motor bulan April yang masih negatif, penjualan semen juga negatif, dan penjualan ritel yang mengalami petumbuhan lebih lambat dibanding bulan sebelumnya dan dibanding April 2015.
Tak hanya itu, Lana juga melihat ketidakjelasan pencairan gaji ke13 dan 14 berpengaruh secara psikologis terhadap pengeluaran masyarakat. Hal tersebut, membuat masyarakat memilih menahan pengeluarannya sampai ada kejelasan dari pemerintah.
"Ini patut diwaspadai karena bisa jadi pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun ini tidak sebaik tahun lalu," kata Lana. Lana memproyeksi pertumbuhan konsumsi rumah tangga kuartal kedua tahun ini mencapai 4,98% year on year (YoY).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News