kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Inflasi Inti Dalam Tren Melandai, Simak Penjelasan BPS


Selasa, 06 Juni 2023 / 15:19 WIB
Inflasi Inti Dalam Tren Melandai, Simak Penjelasan BPS
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini saat konferensi pers mengenai perkembangan inflasi Mei 2023 di Kantor BPS Pusat, Jakarta, Senin (5/6).


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Inflasi inti kembali melandai pada bulan Mei 2023. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi inti pada bulan laporan sebesar 2,66% secara tahunan atau yoy.  Inflasi tersebut menurun bila dibandingkan dengan capaian inflasi inti pada bulan April 2023 yang sebesar 2,83% yoy. 

Bila merunut data BPS, ini bukan kali pertama tingkat inflasi inti turun. Inflasi inti tengah dalam tren melandai, setidaknya sejak awal tahun 2023. 

Tingkat inflasi inti juga telah kembali ke kisaran sasaran Bank Indonesia (BI) yang sebesar 2% yoy hingga 4% yoy, setelah sempat meroket pada tahun 2022. 

Nah, inflasi inti ini erat hubungannya dengan daya beli masyarakat. 

Baca Juga: Penurunan Inflasi Dinilai Tak Serta Merta Dorong Penurunan Suku Bunga Acuan

Namun, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengingatkan bahwa  penurunan inflasi inti kali ini selaras dengan penurunan daya beli masyarakat. 

Menurut Pudji, penurunan inflasi inti pada bulan Mei 2023 menunjukkan normalisasi permintaan masyarakat pasca Ramadan dan Idul Fitri yang jatuh pada Maret 2023 dan April 2023. 

"Kita tidak bisa menyatakan penurunan inflasi inti menjadi indikasi pelemahan daya beli. Bisa karena kecenderungan berkurangnya permintaan pasca Ramadan dan Idul Fitri, khususnya barang industri manufaktur," terang Pudji, Senin (5/6) di Jakarta. 

Pudji juga melihat, ada pergeseran permintaan tinggi masyarakat dari komponen inti ke komponen harga bergejolak. Terutama, ke kelompok makanan, minuman, dan tembakau, juga ke makanan dan minuman jadi. 

Baca Juga: Inflasi Turun ke Kisaran Sasaran, Apakah Suku Bunga Acuan Bisa Turun?

Ini sehubungan dengan mobilitas masyarakat yang makin meningkat pasca pencabutan larangan mobilitas (PPKM), sehingga menciptakan banyak aktivitas sosial. 

"Sudah banyak kebutuhan akibat peningkatan aktivitas sosial, seperti hajatan, pesta, atau darmawisata, sehingga permintaan menjadi tinggi," tambah Pudji. 

Pudji menekankan, BPS tak bisa membuat proyeksi terkait kondisi inflasi inti ke depan. Terlebih, ini akan sangat bergantung dengan perkembangan harga. 

Namun ia mengungkapkan, pergerakan inflasi inti juga terpengaruh dengan pola musiman. Biasanya, ada peningkatan inflasi inti terutama karena permintaan produk manufaktur pada Tahun Ajaran Baru di Indonesia. 

"Biasanya produk manufaktur di komponen inti akan terlihat di tahun ajaran baru. Bagaimana perkembangannya, akan rendah atau tinggi, nanti ada di periode tersebut," tandas Pudji. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×