Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID–JAKARTA. Industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia tengah menghadapi tekanan berat akibat tumpukan regulasi pemerintah yang dinilai makin membatasi ruang gerak pelaku usaha.
Padahal, sektor padat karya ini masih menjadi penopang penting ekonomi nasional dengan menyerap lebih dari 6 juta tenaga kerja dan berkontribusi besar terhadap penerimaan negara.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Putu Juli Ardika, mengungkapkan bahwa terdapat lebih dari 400 aturan yang secara langsung maupun tidak langsung mengatur industri hasil tembakau.
Baca Juga: Pemerintah Tahan Kenaikan Cukai Rokok 2026, Industri Tembakau Dapat Angin Segar
Banyaknya regulasi tersebut, kata dia, membuat kepastian usaha di sektor ini semakin kabur.
“Banyak sekali peraturan perundangan yang membatasi ruang gerak industri ini. Ke depan perlu ada momentum untuk menentukan arah kebijakan, apalagi roadmap IHT sejak 2022 belum juga rampung,” ujar Putu dalam acara Menara Kadin, Selasa (21/10/2025).
Meski menghadapi tekanan di dalam negeri, Putu menyebut kinerja ekspor masih menjadi penopang utama.
Dalam tiga tahun terakhir, ekspor hasil tembakau Indonesia tumbuh hampir 100%. Bahkan, pada periode triwulan IV 2024 hingga triwulan II 2025, sektor ini menyumbang Rp 181 triliun dari cukai ke kas negara.
Baca Juga: Aturan Baru Industri Tembakau Picu Kekhawatiran Buruh terhadap PHK dan Rokok Ilegal
Investasi baru juga masih mengalir, dengan nilai mencapai Rp 4,9 triliun dalam setahun terakhir. Namun, Putu menilai pelaku industri masih merasa diperlakukan tidak adil karena kerap menghadapi diskriminasi regulasi tanpa dukungan fiskal yang sepadan.
“Industri ini sering dibilang dieksploitasi, tapi tidak mendapat privilege atau bantuan,” tegasnya.
Putu juga menyoroti lambannya penyelesaian roadmap IHT yang sejak 2022 belum kunjung selesai di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian. Padahal, peta jalan tersebut dinilai sangat strategis untuk memberikan arah kebijakan yang jelas bagi industri.
Di tengah ketidakpastian itu, wacana penerapan standarisasi kemasan rokok (plain packaging) yang sedang dibahas pemerintah semakin menambah kekhawatiran pelaku usaha. Kebijakan ini dikhawatirkan akan menekan daya saing industri di pasar domestik.
Baca Juga: Komisi XI DPR Minta Tarif Cukai Tidak Bikin Industri Tembakau Terkontraksi
Tekanan juga datang dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang memperketat perizinan industri tembakau. Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai aturan itu berpotensi menghambat masuknya pelaku baru ke sektor ini.
“Izin usaha pertembakauan sekarang sulit sekali. Kalau mau buka industri rokok baru, harus di kawasan industri tembakau terpadu. Di luar itu tidak boleh. Jadi dipersulit,” ujarnya.
Kondisi ini, menurut pengamat, berseberangan dengan semangat Presiden terpilih Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya deregulasi ekonomi untuk memperkuat industri nasional.
Baca Juga: Peredaran Rokok Ilegal Kian Marak, Gaprindo: Industri Tembakau Kian Tertekan
Dengan kontribusi besar terhadap penerimaan negara, ekspor, dan penyerapan tenaga kerja, pelaku industri berharap pemerintahan baru dapat menghadirkan regulasi yang lebih proporsional dan berpihak pada kepastian usaha.
Jika persoalan roadmap dan tumpukan regulasi tak segera ditangani, para pelaku memperingatkan bahwa industri tembakau Indonesia bisa terpuruk dalam 25 tahun mendatang.
Selanjutnya: Jepang dan Produsen Otomotif Peringatkan Vietnam Soal Larangan Motor Bensin di Hanoi
Menarik Dibaca: 10 Kebiasaan Mental yang Memastikan Anda Sukses Finansial Jangka Panjang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News