Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menampik anggapan bahwa pemerintah Indonesia lunak terhadap Amerika Serikat dibandingkan Australia terkait isu penyadapan biro hukum yang disewa Indonesia di Negeri Paman Sam. Marty mengatakan sudah menanyakan kasus itu kepada Menteri Luar Negeri AS John F Kerry dan tidak mendapatkan konfirmasi apa pun.
"Untuk kasus yang kemarin, bahkan langsung dengan Menlu (AS). Jadi tidak betul kalau Indonesia silent. Hanya mereka sama sekali tidak pernah memberikan konfirmasi apakah betul terjadi atau tidak," ujar Marty di Kompleks Gedung Parlemen, Selasa (18/2).
Menurut Marty, pemerintah Indonesia selalu melakukan klarifikasi setiap kali isu penyadapan terbongkar, seperti yang terjadi kepada Singapura, Korea Selatan, Australia, dan Amerika Serikat. Namun, yang membedakan Amerika dan Australia adalah kebijakan di negara itu terkait aktivitas intelijen.
"AS sudah akan mereview atau mengkaji ulang terhadap praktik-praktik masalah pengumpulan informasi dan data. Jadi sudah ada langkah-langkah konkretnya untuk atasi masalah ini. Sementara, Australia tidak ada sama sekali," kata Marty.
Marty tidak ingin dipusingkan dengan persoalan memanggil lagi Duta Besar Australia. Menurutnya, masih banyak persoalan luar negeri lain yang harus ditangani daripada sekadar mengurus Australia.
"Saya tidak mau memberikan kesan kita punya waktu 24 jam sehari, 7 hari seminggu untuk Australia terus-menerus. There are other things in life, kecuali Australia," ujar Marty.
Disadap lagi
Nama Indonesia kembali muncul dalam pemberitaan terkait skandal penyadapan oleh Badan Keamanan Nasional (NSA) Amerika Serikat. Kali ini terkait praktik firma hukum Amerika. Kisah ini dimuat dalam harian The New York Times yang dilansir pada Sabtu (15/2/2014).
Berdasarkan dokumen yang dibocorkan oleh mantan kontraktor NSA Edward J Snowden, pengacara-pengacara dari AS masuk dalam daftar nama-nama sasaran penyadapan oleh NSA. Dari dokumen itu, NSA disebut memantau setiap firma hukum Amerika yang bekerja mewakili negara asing dalam sengketa perdagangan dengan AS. Salah satu negara asing yang memenuhi kriteria tersebut adalah Indonesia.
Menurut dokumen yang didapat pada Februari 2013, pemerintah Indonesia telah merekrut sebuah firma hukum AS untuk membantu menangani sengketa perdagangan dengan AS. Firma itu diketahui bernama Mayer Brown. Mayer Brown mewakiliki Indonesia menangani dua gugatan terkait pelarangan penjualan rokok kretek asal Indonesia di AS dan gugatan AS terhadap udang impor asal Indonesia yang dituding dijual di bawah harga pasar. Kasus ini sampai dibawa ke World Trade Organization (WTO). Dalam kasus penjualan rokok kretek, pemerintah Indonesia menang. Adapun gugatan AS terhadap udang impor asal Indonesia akhirnya dicabut oleh AS.
Informasi yang didapat NSA ini berasal dari Direktorat Sinyal Australia (ASD). Menteri Luar Negeri AS John F Kerry dalam kunjungannya ke Jakarta, Senin (17/2/2014), tidak menjelaskan secara spesifik duduk perkara penyadapan ini. Dia hanya menyatakan pemerintah AS menganggap penting isu penyadapan terhadap Indonesia. Dia kembali mengingatkan bahwa AS telah melakukan reformasi di bidang intelijen sesuai arahan dari Presiden Barack Obama. (Sabrina Asril)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News