Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.D-JAKARTA. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto, menegaskan bahwa di tengah tantangan global yang kian kompleks, Indonesia harus menemukan pendekatan baru dalam membiayai pembangunan infrastrukturnya.
Ketegangan geopolitik, fragmentasi perdagangan, meningkatnya risiko iklim, dan volatilitas pasar menjadi latar belakang perlunya inovasi dalam pembiayaan pembangunan, terutama untuk sektor perumahan dan infrastruktur dasar lainnya.
“Negara berkembang seperti Indonesia tidak punya pilihan selain mengembangkan cara-cara baru untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan infrastruktur, khususnya perumahan, menjadi inti dari strategi tersebut,” ujar Suminto dalam agenda International Conference on Infrastructure (ICI) 2025, Kamis (12/6).
Baca Juga: Pembiayaan Kendaraan Listrik Naik, Tantangan Infrastruktur Masih Menghantui
Ia menekankan bahwa cita-cita Indonesia menjadi negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2045 menuntut reformasi struktural, investasi produktif, dan infrastruktur yang inklusif, terhubung, serta berkelanjutan. Meski Indonesia telah membangun pelabuhan darat dan konektivitas digital, Suminto mengingatkan bahwa tantangan ke depan masih sangat besar, terutama karena keterbatasan kapasitas fiskal negara.
Dalam konteks itu, Suminto memaparkan pendekatan baru yang tengah diterapkan pemerintah untuk membenahi pembiayaan infrastruktur. Salah satu poin penting yang disorotnya adalah pentingnya memulai bankability proyek sejak tahap awal, bukan hanya menjelang financial close.
"Bankability dimulai dari perencanaan yang matang, bukan di ujung proyek. Kita perlu memilih dan merancang proyek dengan benar sejak hari pertama," tegasnya.
Baca Juga: IIF Perkuat Peran Sebagai Pilar Pembiayaan Infrastruktur Berkelanjutan di Indonesia
Ia juga mendorong perubahan pola pikir pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah untuk lebih strategis dalam menentukan model pembiayaan. Penentuan apakah proyek lebih sesuai dikerjakan dengan model konvensional atau kemitraan publik-swasta (PPP) harus dilakukan sejak dini dan berdasarkan kajian yang solid.
Menyadari masih adanya kesenjangan kapasitas, khususnya di level daerah, Suminto menjelaskan bahwa Kementerian Keuangan telah membentuk Fasilitas Pengembangan Proyek (Viability Gap Fund/VGF). Fasilitas ini bertujuan mendukung studi kelayakan, alokasi risiko yang tepat, serta penataan proyek dan transaksi yang efisien.
Menurutnya, reformasi pembiayaan infrastruktur ini bukan sekadar soal mencari dana, tetapi membangun sistem dan ekosistem pembiayaan yang kokoh, transparan, dan siap kolaborasi.
Langkah ini diharapkan dapat mempercepat masuknya investasi swasta ke proyek-proyek strategis nasional dan memperkuat daya saing Indonesia di tengah ketidakpastian global.
Selanjutnya: Pemda Batasi Merokok di Area Publik, Begini Respons Pengusaha Vape
Menarik Dibaca: Ini Mobil Favorit Maling di Indonesia: Sudahkah Kendaraan Anda Terlindungi?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News