Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute for Development of Economic and Finance (Indef) memproyeksi defisit neraca transaksi berjalan (CAD) Indonesia di pengujung tahun akan memburuk.
Pasalnya, tekanan defisit transaksi barang dan jasa akan semakin kuat di akhir tahun. Apalagi, data neraca dagang teranyar November lalu mencatat defisit yang makin dalam yakni US$ 2,05 miliar.
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan, neraca transaksi berjalan masih akan menjadi momok utama bagi stabilitas sektor keuangan Indonesia. Melihat kondisi neraca dagang per November lalu, Enny meyakini CAD akan lebih besar dibandingkan dengan posisi kuartal sebelumnya.
"Secara historis tekanan defisit akan selalu meningkat di akhir tahun. Misalnya, karena transfer repatriasi devisa pasti meningkat, transaksi jasa di akhir tahun juga cukup besar," ujar Enny saat ditemui, Rabu (19/12).
Sekadar informasi, kuartal ketiga lalu defisit transaksi berjalan Indonesia melebar hingga US$8,8 miliar atau 3,37% dari PDB.
Ekonom Indef Eko Listiyanto, menambahkan, proyeksi CAD di kuartal-IV bisa mencapai US$ 7,5 miliar. Lantas, total defisit sepanjang 2018 bisa mencapai US$ 30 miliar.
"Dengan hitungan ini, maka defisit transaksi berjalan samapi akhir tahun proyeksinya 3,2% dari PDB," ujar Eko kepada Kontan.co,id, Rabu (19/12).
Faktor lain yang juga akan dan selalu menjadi biang kerok CAD, lanjut Enny, ialah sektor jasa transportasi yang mayoritas ditujukan untuk kegiatan perdagangan internasional.
Ia menilai, pemerintah harus betul-betul fokus menangani permasalahan ini di antaranya dengan mulai mendesain dan membangun pusat logistik nasional.
"Batam misalnya, bisa jadi itu. Jadi barang impor bisa hanya sampai Batam sehingga pelayaran logistik dalam negerinya tidak perlu pakai jasa asing lagi. Ini kontribusinya untuk menekan CAD bisa cukup signifikan," tambah Enny.
Adapun, Enny mengatakan tak tertutup kemungkinan kondisi rupiah akan kembali tertekan akibat pelebaran defisit transaksi berjalan. Sebab, penguatan nilai tukar rupiah belakangan ini menurutnya juga bukan didominasi faktor fundamental.
"Bukannya berharap rupiah melemah, tapi kita menyadari penguatan ini bukan kontribusi fundamental. Maka kita harus selesaikan apa yang menjadi permasalahan fundamentalnya untuk mengantisipasi," tandas Enny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News