Reporter: Grace Olivia | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana untuk menembus batas defisit anggaran 3% dari PDB di tengah besarnya kebutuhan anggaran dalam menanggulangi virus corona atau Covid-19.
Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bahkan merekomendasikan pemerintah mengubah APBN 2020 dengan pelebaran defisit hingga 5% dari PDB.
Namun Ekonom Senior INDEF Dradjad Wibowo menilai, pelebaran defisit anggaran hingga mencapai 5% dari PDB tidak diperlukan. Ia menyarankan agar pemerintah fokus terlebih dulu merealokasi anggaran yang ada dan memastikan anggaran tersebut terserap optimal untuk belanja barang-barang dan alat terkait kesehatan.
Baca Juga: Sri Mulyani masih racik postur APBN 2020 perubahan
“Tidak perlu lah sampai defisit 5%. Realokasi anggaran saja dulu yang maksimal dan pastikan itu semua dibelanjakan untuk public health spending,” tutur Dradjad, Selasa (24/3).
Dalam kondisi krisis kesehatan akibat pandemi seperti ini, Dradjad menilai, salah satu cara utama menyelamatkan perekonomian adalah melalui belanja kesehatan publik secara besar-besaran. Realokasi anggaran harus diprioritaskan pada upaya pengadaan untuk alat Rapid Test, pelaksanaan Test Massal Corona, Alat Pelindung Diri (APD) untuk petugas medis, pengadaan tempat tidur dan kamar rumah sakit, tambahan petugas medis, obat-obatan, masker dan lain sebagainya.
Selain itu, pemerintah juga mesti memperhatikan kesiapan rumah sakit-rumah sakit daerah yang kapasitasnya terbatas menangani virus corona.
Realokasi anggaran, lanjut Dradjad, juga kemudian perlu diarahkan pada upaya mengantisipasi PHK, bantuan sosial masyarakat, subsidi bunga KUR dan pinjaman, serta operasi pasar untuk bahan pangan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah telah mengidentifikasi nilai realokasi anggaran sebesar Rp 62,3 triliun dalam APBN 2020. Di samping itu, pemerintah juga mengidentifikasi nilai realokasi anggaran pada transfer ke daerah dan Dana Desa (TKDD) hingga sebesar Rp 59 triliun yang seluruhnya akan diarahkan pada kebutuhan pengeluaran kesehatan dalam rangka penanganan Covid-19.
Baca Juga: Sri Mulyani bersiap lebarkan defisit APBN 2020 ke atas 3% dari PDB
Adapun INDEF memproyeksi pandemi virus corona akan menyeret konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi motor pertumbuhan ekonomi Indonesia turun cukup signifikan pada semua skenario.
Skenario INDEF, wabah virus corona di Indonesia berlangsung paling lama enam bulan ke depan.
"Pandemi Covid-19 berdampak menurunkan terhadap indikator ekonomi makro nasional, baik jangka pendek maupun jangka panjang pada berbagai skenario. PDB riil Indonesia aktual saat ini akan terkoreksi oleh besaran 3,58% hingga 3,66% dari baseline,” pungkas INDEF.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News