Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengusulkan agar pasal yang berkaitan dengan Industri Hasil Tembakau (IHT) dibatalkan atau dikeluarkan dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan.
Namun, apabila RPP tersebut tetap kekeh untuk diterapkan, maka Indef menyampaikan beberapa rekomendasi dan sarannya kepada pemerintah.
Kepala Center of Industry, Trade and Investment Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan, pemerintah perlu menyiapkan instrumen penerimaan negara baru, selain daripada cukai hasil tembakau.
Baca Juga: Gaprindo Minta Pemerintah Petimbangkan Lagi Penerapan RPP Kesehatan
Hal ini dikarenakan penerimaan cukai semakin menunjukkan tren penurunan. Belum lagi, munculnya RPP Kesehatan ini dikhawatirkan akan semakin menekan penerimaan cukai.
"Tentu harus ada penyiapan instrumen penerimaan negara baru. Kita tahu belum adanya RPP kesehatan, penerimaan cukai kita turun atau tidak mencapai target yang ditetapkan," ujar Andry dalam Diskusi Publik Indef di Jakarta, Rabu (20/12).
"Tentu kita berhati-hati disitu. Takutnya ada indikasi kompensasi berupa peningkatan tarif cukai atau pajak jenis lainnya. Ini yang kita tidak harapkan ketika berbicara menegnai penerimaan negara," tambahnya.
Selain itu, pemerintah juga perlu bersiap untuk menghadapo gelombang pengangguran besar yang akan memberikan konsekuensi ekonomi maupun sosial.
Baca Juga: Aturan Rokok di RPP Kesehatan Bisa Bikin Industri Kreatif Babak Belur
Tidak hanya itu, rokok dan rokok elektrik ilegal yang lebih membahayakan kesehatan juga akan menjamur sehingga diperlukan pengawasan ekstra yang akan membenank Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu serta aparat penegak hukum terkait.
Terakhir, kata Andry, pemerintah daerah juga akan menghadapi kehilangan pendapatan terutama pendapatan dari pajak iklan.
"Ada penurunan juga dana bagi hasil (DBH) cukai yang diterima daerah, ini akan berimplikasi ke keuangan dari daerah itu sendiri," terang Andry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News