Reporter: Martyasari Rizky | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga minyak dunia dan depresiasi nilai tukar diprediksi bakal mempengaruhi harga energi dan pangan yang bisa menjadi penyumbang inflasi.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, dua komponen tersebut menjadi salah satu pendorong utama inflasi di Indonesia.
"Walaupun, BBM bersubsidi seperti premium dan solar tidak jadi naik, tetapi Pertamina pasti akan mengurangi produksi. Sehingga produsen secara tidak langsung didorong untuk menggunakan BBM nonsubsidi untuk distribusi barang dan sebagainya, hal itu pasti menyebabkan harga barang menjadi naik," ujar Enny. Sabtu (27/10)
Sebelumnya, Bank Indonesia memproyeksikan Inflasi pada bulan Oktober 2018 sebesar 0,17%, angka ini naik dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 0,12%.
Enny menilai, sejatinya depresiasi nilai tukar tidak berdampak tinggi terhadap harga pangan. Hal ini lantaran harga komoditas pangan dunia masih terbilang rendah, lain halnya dengan dampak dari kenaikan BBM yang terbilang cukup signifikan.
"Jadi kalau misal, harga tempe dan gula memang tidak naik signifikan. Tetapi, nilai tukarnya terdepresiasi, sehingga tetap saja ada pengaruhnya terhadap beberapa komoditas pangan," Ujar Enny kembali.
Faktor lainnya adalah ekspektasi untuk harga beras, "Karena kemarin Badan Pusat Statistik (BPS) sudah mengklarifikasi data, sehingga artinya stok beras di pasar berkurang karena sudah memasuki musim tanam. Maka itu juga akan berdampak kepada kenaikkan harga beras, walaupun masih relatif kecil di bulan Oktober," tambahnya.
Sehingga, deflasi yang sempat terjadi pada bulan September 2018, diprediksi tak akan terulang di bulan Oktober 2018 ini. Enny pun memproyeksikan, inflasi bulan Oktober sekitar 0,1% sampai dengan 0,2%.
Sedangkan, untuk inflasi pada bulan November dan sampai dengan akhir tahun masih akan tetap di bawah target pemerintah, yaitu di bawah 4%. Ia bilang, untuk inflasi, year to date akumulasinya tidak akan sampai 3%, hal ini karena permintaan pasar yang lemah.
"Sepanjang harga beras tidak mengalami kenaikan dan tidak adanya perubahan kebijakan BBM. Maka, inflasi sampai akhir tahun akan ada kemungkinan tidak mencapai 3%," ujarnya.
Saat ini, inflasi relatif rendah, tetapi konsumsi rumah tangga hanya tumbuh di sekitar 5%. Hal ini mengkonfirmasi bahwa inflasi yang rendah menunjukkan penurunan daya beli.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News