kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Impor minyak RI terancam semakin melonjak


Jumat, 21 Maret 2014 / 12:16 WIB
Impor minyak RI terancam semakin melonjak
ILUSTRASI. Tips dekorasi rumah dengan tanaman hias.


Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo menyatakan, konsumsi energi di Indonesia kian meningkat, namun tidak diimbangi dengan produksi energi dalam negeri yang memadai. Akibatnya, ketergantungan terhadap energi pun tidak dapat dihindari.

Susilo mengatakan, dari minyak saja, saat ini konsumsi minyak di Indonesia sangat besar sehingga pemerintah harus mengimpor minyak dari Timur Tengah maupun negara-negara kawasan Asia Tengah untuk memenuhi kebutuhan minyak domestik.

"Setiap hari Pertamina harus mengimpor 350.000 barel untuk kebutuhan dalam negeri, ini akan terus naik. Sementara itu, pertumbuhan kebutuhan energi setidaknya meningkat 8%," kata Susilo di Jakarta, Jumat (21/3).

Susilo menyatakan, impor minyak pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 1,8 juta barel. Sehingga, tentu saja defisit neraca perdagangan dari sisi migas tidak dapat dihindari selama impor minyak masih terus berlangsung. Salah satu upaya pemerintah dalam mengurangi ketergantungan terhadap konsumsi energi, dalam hal ini adalah mendorong penggunaan bahan bakar gas (BBG).

Pemerintah, kata Susilo, menggenjot "migrasi" dari bahan bakar minyak (BBM) ke BBG. "Salah satunya dengan convert dari BBM ke BBG. Kita punya banyak gas yang bisa dimanfaatkan untuk transportasi. Kalau kita punya effort, kita pasti bisa melakukan ini," ujar Susilo.

Pemerintah diakui Susilo akan membuat BBG tersedia dan terjangkau untuk seluruh kalangan masyarakat. Salah satu upaya terkait target pemerintah ini adalah dengan membangun infrastruktur terkait gas, seperti misalnya stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG).

"Kita akan bangun infrastruktur gas. Kita fokus dulu di Jakarta, kemudian di Jabodetabek, lalu menyebar ke daerah-daerah lainnya. Kita yakinkan masyarakat bahwa gas bisa dimanfaatkan karena infrastrukturnya ada," jelasnya.

Seperti diberitakan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada bulan Januari 2014 mencatat defisit sebesar US$ 0,43 miliar.

Defisit nilai perdagangan Indonesia lebih disebabkan besarnya defisit sektor migas, yaitu US$ 1,06 miliar, walaupun neraca sektor nonmigas mengalami surplus sebesar US$ 0,63 miliar. (Sakina Rakhma Diah Setiawan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×