kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Impor garam rawan rente bisnis politik


Senin, 31 Juli 2017 / 17:55 WIB
Impor garam rawan rente bisnis politik


Reporter: Teodosius Domina | Editor: Wahyu T.Rahmawati

JAKARTA. Pemerintah telah menunjuk PT Garam untuk mengimpor 75.000 ton garam dari Australia. Hal ini terkesan dipaksakan dan rawan ditunggangi rente bisnis politik yang berujung korupsi.

Menyikapi hal tersebut, Peneliti INDEF Nailul Huda berpendapat, kelangkaan garam industri ini sebuah pelajaran penting bagi pemerintah untuk selalu membuat kebijakan yang melihat kondisi yang akan datang dan tepat pada akar permasalahan. Kebijakan Impor jangan selalu dijadikan solusi instan dan satu satunya solusi kebijakan pangan.

Kebijakan dengan melihat kondisi yang akan datang maksudnya adalah kejadian ini bisa diprediksi jauh-jauh hari karena garam untuk industri memang belum bisa dipenuhi oleh petani garam lokal. "Jadi pemerintah sudah bisa memprediksi adanya kelangkaan ini dan sudah menyiapkan stok garam industri. Dan juga pemerintah harus membangun infrastruktur produksi dan pemberdayaan petani," kata Huda dalam pernyataan yang diterima KONTAN, Senin (31/7).

Penolakan juga disampaikan oleh Niko Amrullah Wakil Sekjen Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) di Jakarta. "Ingat kisah lalu, bahwa Dirut PT Garam Achmad Boediono menjadi tersangka atas kasus penyelewengan impor garam. Bukan menambah kesejahteraan petambak garam rakyat, tapi justru semakin meminggirkan mereka terhadap mekanisme pasar," ungkap Niko.

Niko menambahkan, semestinya gejolak harga garam ini telah terprediksi jauh-jauh hari, dengan solusi inovasi teknologi dan pendampingan intensif kepada para petambak garam rakyat. Bukan dengan mengkambinghitamkan anomali cuaca.

Sementara Deputi Sekjen FITRA, Apung Widadi menilai, pasca kasus Dirut PT Garam yang segera disidang, maka PT Garam Perlu diaudit terlebih dahulu dan dinilai kemampuannya dalam impor 75.000 ton garam. "Dengan analisis ekonomi, kebutuhan pangan dan nasib nelayan, maka semestinya impor tidak perlu dilakukan. Dan PT Garam pun belum sanggup," ujar Apung.

Ia pun menilai, jika dipaksakan tanpa kajian dan analisis semua stakeholder maka impor 75.000 ini dikhawatirkan akan menjadi jarahan rente politik bisnis pangan yang hanya menguntungkan kelompok rente, sementara masyarakat dan petani garam yang dirugikan. "Visi jangka panjang, anggaran untuk petani garam yang sudah dianggarkan di APBN harus jelas dan dikawal untuk peningkatan produksi garam petani dengan prioritas pembangunan infrastruktur produksi," tandas Apung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×