Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah melakukan seribu satu cara untuk bisa menarik investasi masuk. Terbaru, pemerintah sedang menggodok pembebasan tarif bea masuk dengan negara yang tidak terikat perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) bersama Indonesia.
Selama ini pemerintah hanya memiliki dua cara membebaskan dan mengurangi bea masuk atas impor barang. Pertama, dengan program bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP). Tahun ini ada 18 sektor industri penerima BMDTP (lihat tabel). Kedua, pembebasan dan pengurangan bea masuk impor pada negara yang meneken perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia, yakni Asean, Australia, China, Korea Selatan, Chili, dan India.
Nah, fasilitas pembebasan dan pengurangan bea masuk ini juga akan diberlakukan kepada negara non-FTA. Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemdag) Bachrul Chairi mengatakan, ide pembebasan bea masuk dari negara non FTA merupakan inisiatif pemerintah untuk semakin menghidupkan industri dalam negeri.
Fasilitas yang akan diberikan kepada negara non-FTA ini ialah memberikan satu fasilitas pembebasan bea masuk impor jika barang yang diimpor dapat diolah kembali di Indonesia. Namun, ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh importir sebelum menerima insentif ini.
Perusahaan dari negara non-FTA yang melakukan impor ini harus memiliki konten dari dalam negeri minimal 40%. Selebihnya, sebesar 60% boleh berasal dari impor luar negeri. "Jadi impornya hanya untuk barang mentah, setengah jadi, atau barang jadi tapi diolah lagi," ujar Bachrul, Selasa (12/5).
Menurut Bachrul, ide ini muncul lantaran pengusaha mengimpor banyak bahan baku ataupun barang setengah jadi dari negara FTA yang bebas bea masuk. Lalu, pengusaha mengolahnya tanpa menggunakan konten lokal, meskipun telah tersedia di pasar domestik. Walhasil, industri bahan baku di dalam negeri tak berkembang.
Selain untuk mengoptimalkan keberadaan konten lokal, pembebasan bea masuk impor bagi negara non-FTA diharapkan bisa menjadi jawaban agar investasi di bidang pengolahan (manufaktur) lebih deras masuk. Negara-negara yang belum melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia seperti Eropa dan Amerika kini akan bebas dari bea masuk. "Persiapannya sudah cukup dalam, nanti ada dua peraturan pemerintah (PP) sebagai payung hukumnya," kata Bachrul.
Tetap harus selektif
Adapun potensi kehilangan penerimaan akibat kebijakan ini tidak terlalu besar. Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan Bea Cukai Heru Pambudi memastikan, penerimaan negara tak akan terganggu akibat kebijakan ini.
Pasalnya, hilangnya bea masuk akan ditutupi dengan setoran pajak dari sektor lain, yaitu pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) badan seiring tumbuhnya investasi baru.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Bambang Sujagad menilai rencana ini bakal mendukung perekonomian Indonesia, jika kewajiban memakai tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) 40% benar-benar dijalankan. Selama ini, FTA hanya merugikan Indonesia. Barang impor dari China membanjiri pasar, tanpa kandungan konten lokal. Selain itu, pembebasan bea masuk ini harus selektif. Hanya industri yang memiliki dukungan konten lokal saja yang terbebas dari bea masuk.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News